Nasional

Dewas KPK Tak Bisa Pecat Firli Bahuri, Ini Alasannya

INDOPOSCO.ID – Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, pemberhentian Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri bukan merupakan kewenangan lembaga anti-rasuah. Meski yang bersangkutan telah diberi sanksi berat, dengan meminta mengundurkan diri.

Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, keputusan memberhentikan yang bersangkutan merupakan kapasitas Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Itu kewenangan presiden yang akan memberhentikan. Majelis Dewas hanya sampai kepada meminta yang bersangkutan mengundurkan untuk diri. Soal hormat tak hormat itu nanti presiden yang menentukan,” kata Tumpak saat jumpa pers putusan Dewas KPK di Jakarta, Rabu (27/12/2023).

KPK telah menerima surat pengunduran Firli Bahuri, yang dilayangkan kepada pihak Istana. Nanun, Presiden Joko Widodo belum menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian Firli Bahuri dari Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Kami barusan pagi tadi, sudah terima juga surat yang bersangkutan yang ditujukan kepada presiden. Tapi sampai sekarang Keppresnya belum keluar juga,” ujar Tumpak.

Ia mengemukakan, daftar pelanggaran yang bersangkutan berujung menerima sanksi berat. Salah satunya melakukan pertemuan dengan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) ketika tengah penanganan perkara oleh KPK.

“Sanksinya sanksi berat, diminta untuk mengundurkan diri. Pelanggaran yang dilakukan ada tiga. Satu mengadakan hubungan langsung dan tidak langsung dengan pihak lain, yang ada kaitannya perkaranya ada di KPK,” jelas Tumpak.

Pelanggaran kedua, tidak melaporkan pertemuan tersebut kepada pimpinan KPK lainnya. Padahal aturan dalam lembaga anti-rasuah harus saling menginformasi bila bertemu pihak berperkara.

“Pertemuan itu tidak dilaporkan dengan pimpinan yang lain. Itu kesalahan, ada kewajiban di kami kalau terjadi yang sedemikian harus saling memberitahu. Dewas juga begitu,” ucap Tumpak.

Selain itu, Firli tidak jujur ihwal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Sebab ada temuan soal valuta asing (valas) senilai Rp7,4 miliar. Termasuk pembayaran sewa rumah di Jalan Kertanegara.

“Berhubungan dengan adanya harta dengan valas-valas, termasuk juga bangunan dan aset yang tidak dilaporkan LHKPN. Ini suatu perbuatan yang tidak memberikan keteladanan sebagai pimpinan KPK,” jelas Tumpak. (dan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button