Banyak Program Salah Sasaran Walau Kepala Daerah Mulai Bahas Stunting

INDOPOSCO.ID – Ada peningkatan komitmen dari beberapa kepala daerah untuk percepatan penurunan stunting. Terlebih setah program prioritas pemerintah sebagaimana termaktub dalam RPJMN 2020-2024. Target nasional pada tahun 2024, prevalensi stunting turun hingga 14 persen, dari 21.6 persen pada 2022 lalu.
“Sekarang terjadi peningkatan komitmen dari para kepala daerah untuk penurunan stunting.
Hal ini tentu menjadi langkah positif untuk mendukung program Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang membidik 14 persen 2024,” ujar Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi BKKBN, Sukaryo Teguh Santoso, saat diskusi di media center BKKBN bersama forum wartawan BKKBN, Senin (11/9/2023).
Salah satu bukti kalau kepala daerah sudah mulai membahas dan peduli akan penurunan stunting, ketika satu daerah dinyatakan angka stuntingnya tinggi, maka kelapa daerahnya akan gelisah. Sehingga, para kepala daerah dengan berbagai program kebijakan akan menggelontorkan anggaran untuk penurunan stunting.
“Bentik komitmen kepala daerah yang bisa kita lihat audah mengeluarkan kebijakan untuk percepatan penurunan stunting. Potensi untuk sembuh itu hanya 20 persen kalau sudah lahir stunting. Itu pun sudah harus mendapatkan penanganan intensif sejak 1000 hari kelahiran, termasuk pemberian asi eksklusif,” jelas Teguh.
Dia pun mengakui, masih banyak program yang tidak tepat sasaran. Pihak yang harusnya menerima malah tidak mendapatkan, sebaliknya yang harus nya tidak perlu dibantu malah dapat bantuan. Sehingga, program yang harusnya terealisasi lebih cepat malah masih terus menjadi tantangan dilapangan.
“Bicara lapangan, ada tiga versi dikacamata kami, pertama level kecamatan kebawah, lalu ada RT, RW dan desa. Mereka ini lah level terdekat dengan masyarakat, yang didukung oleh 14 ribu tenaha penyuluh lapangam keluarga berencana (PLKB). Meski demikian kami akui memang masih saja banyak program yang salah sasaran. Mungkin kendalanya di kerjasama atau sama-sama kerja yang harus dibangun,” ujar Teguh.
Terkait kegelisahan yang terjadi pada kepala daerah ketika prevalensi stunting nya tinggi juga diakui oleh Ipin ZA Husni, Program Manager Sekretariat Percepatan Penurunan Stunting Pusat. Kalau ada data yang mencatat di satu wilayah angka stunting diatas angka nasional, maka kepala daerah tersebut mempertanyakan kenapa angka stunting bisa tinggi.
Para kepala daerah akan berlomba-lomba mengajukan dana alokasi penurunan stunting, atau menganggarkan dari APBDnya. Mengacu pada tingkat stanting 21.6 persen nasional, taget yang harus turun sedikitnya 7.6 persen hingga Agustus 2024. Setidaknya 2023 ini target 3.8 – 4 persen harus terealisasi, sehingga Januari- Agustus 2024, angka stunting sudah turun hingga 14 persen sesuai dengan penurunan target nasional.
“Kalau program pemerintah konsisten dilalukan, disambut oleh semua kepala daerah dan dikeroyok secara pentahelix (pemerintah, akademisi, asosiasi, masyarakat, media) saya cukup optimis target terealisasi. Perhitungan penetapan angka tentunya bukan sembarangan menetapkan, mau nya kita harusnya nol persen, tapi semua sudah melalui kajian dan perhitungan matang tentunya,” Ipin ZA Husni.
Lebih lanjut Ipin sampaikan, pemahaman kepala daerah pun terkait isu stunting sudah mencapai 80 persen dari total 100 persen. Sehingga penurunan angka stunting tentu harus melibatkan semua elemen masyarakat, termasuk peran media yang tidak kalah stategis untuk menyampaikan informasih dan mengedukasi masyarakat.
“Masalah stunting tidak saja sekadar kurang protein, tapi juga pola hidup, air bersih, hidup layak dan pola asuh. Sehingga, bicara pemurunan memang mulai dari pra nikah, menikah, merencanakan kehamilan, punya anak sampai 2 tahun kehidupan pertama,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Plt Direktur Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) BKKBN Dadi Ahmad Roswandi mengatakan informasih terkait keluarga berenca sangat dihindari generasi milenial. Sehingga, pemberitaan tentang stunting dan keluarga berencana harus dikemas sedemikian menarik, agar tidak di-skip.
“Mungkin orang yang membaca berita terkait stunting dan keluarga berencana itu kelahiran 74 kebawah. Apabila tidak dikemas dengan semenarik mungkin, maka pesannya tidak akan sampai pada masyarakat, apalagi generasi z,” akunya.
Informasi untuk sampai ke masyarakat tentunya pemerintah melakukan pedampingan hingga ke level bawah (masyarakat). Pendapingan meliputi pendampingan KIE, pendampingan gizi, pendampingan bantuan sosial. Sehingga, konvergensi atau pendekatan penyampaian intervensi, yang dilakukan secara terkoordinir, terintegrasi dan bersama-sama untuk mencegah stunting, kepada sasaran prioritas bisa terealiasi dengan tepat.
“Konvergensinya dengan cara kekinian, yang menarik untuk disimak, dan tentu nya melibatkan anak-anak muda, juga teman-teman media. Semenarik mungkin agar pesan bisa sampai, karena sasaran yang akan melahirkan kan generasi muda, kalau yang sudah tua ya jadi pembimbing saja,” pungkas Dadi. (ney)