Tiga Bulan Sebelum Menikah Calon Pengantin Harus Persiapkan Prakonsepsi

INDOPOSCO.ID – Persoalan stunting, bukan masalah sepele. Terlebih, di Indonesia angka prevalensi stunting masih cukup tinggi, yakni 27,67 persen data 2019.
Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Tavip Agus Rayanto menjelaskan, pada acara Penguatan Kerjasama BKKBN dengan Kementerian Agama RI dan BRIN dalam Pencegahan Stunting dari Hulu Kepada Calon Pengantin di Auditorium, Kantor Pusat BKKBN, Jakarta Timur, Kamis (16/12/2021).
“Jumlah tersebut masih di atas standar rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni di bawah 20 persen”, jelas Tavip
“Stunting berpengaruh pada rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), rendahnya kecerdasan, rendahnya kemampuan politik, meningkatnya resiko penyakit tidak menular. “Stunting adalah sebuah ancaman pembangunan di masa mendatang karena rendahnya kualitas sumber daya manusia,” tambah Tavip.
Sementara itu, pada kesempatan lain, Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo mengatakan, berbicara tentang stunting maka itu sudah diingatkan ke masyarakat. “Kita gunakan bahasa yang mudah, stunting itu sudah pasti pendek tapi pendek belum tentu stunting dan stunting merugikan bangsa dan negara serta keluarga tentunya. Ada 3 kelemahan stunting yang buat tidak produktif: (1) Pendek, sehingga jika mau jadi TNI, POLRI, Pramugari juga sudah sulit; (2) Intelektual, kemampuan intelektual tidak akan di atas rata-rata pada umumnya; (3) Usia paruh baya sudah sakit-sakitan,” ungkap dokter Hasto.
Baca Juga: Petakan SWOT Dalam Rangkaian Forum Nasional Stunting 2021
Dia menjabarkan di umur 45 biasanya sakit kardiovaskuler, serangan jantung, stroke dll. Jika dilihat sebabnya stunting karena kurang sub optimal health atau sub optimal nutrition atau asupannya kurang baik. Saat ini teknologi telah canggih, bisa diukur melalui USG apabila Panjang tidak sampai 48cm atau tidak. Jika di USG menjelang kelahiran Panjang paha tidak sampai 7cm maka kemungkinan Panjang lahir tidak sampai 48cm berarti termasuk dalam indikasi resiko terkena stunting. Apabila di desa bisa diukur melalui meteran dan ada rumus nya dengan praktis jika tidak ada USG.
Dokter Hasto juga mengkritik terkait maraknya persiapan para calon pengantin yang lebih mementingkan Pra-wedding dibanding Pra-konsepsi menurutnya, “Pemeriksaan sejak 3 bulan sebelum nikah itu perlu dilakukan untuk mencegah saat proses kehamilan terjadi janin tumbuh lambat nantinya. Jangan hanya pra-wedding saja sebelum nikah, pra-konsepsi jauh lebih penting dan harganya jauh lebih murah dari pra-wedding”, ucapnya.
Menurutnya, BKKBN harus melakukan konvergensi dengan berbagai kementrian dan Lembaga, di pusat ini sudah ada tim percepatan penurunan stunting dengan kementrian dan Lembaga, di kabupaten sampai provinsi dipegang tim pengerahnya oleh gubernur, wali kota, bupati. Kemudian ada ketua tim percepatan penurunan stunting dalam pelaksanaannya adalah wakil-wakil kepala daerah. Ada petugasnya di setiap daerah yang disebut tim pendamping keluarga sebanyak 600ribu tim yang disebar di seluruh Indonesia.
“Ini Langkah kongkrit yang dilakukan untuk melakukan penurunan angka stunting sampai 14% sampai 2024 sesuai apa yang diperintahkan Presiden Jokowi”, terang dokter Hasto.
Hasto berharap, ke depannya keluarga dapat mengecek kesehatan melalui aplikasi yang dikembangkan oleh BKKBN untuk mencegah kelahiran stunting nantinya. “Jika memang terindikasi satu penyakit akan dikirimkan modul sesuai alamat keluarga tersebut”, ujar dokter Hasto. (ney)