Deputi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB Dipanggil KPK. Ada Apa Lagi Ini?

INDOPOSCO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Deputi Bidang Rehabilitasi dan Reka ulang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jarwansyah pada hari ini (29/10/2021). Jarwansyah dipanggil sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2021.
“Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2021. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (29/10/2021).
KPK telah menetapkan Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur (AMN) bersama Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah( BPBD) Kabupaten Kolaka Timur Anzarullah(AZR) sebagai tersangka kasus tersebut.
Dalam konstruksi perkara, KPK menarangkan pada Maret-Agustus 2021, Andi Merya dan Anzarullah menata ide dana hibah BNPB berupa dana Rehabilitasi dan Reka ulang(RR) serta Dana Siap Pakai(DSP).
Kemudian awal September 2021, Andi Merya dan Anzarullah datang ke BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan di mana Pemkab Kolaka Timur mendapatkan dana hibah BNPB, ialah hibah relokasi dan reka ulang senilai Rp26,9 miliyar dan hibah dana siap pakai senilai Rp12,1 miliar.
Tindak lanjut atas pemaparan tersebut, Anzarullah kemudian meminta Andi Merya agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang berasal dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaan Anzarulla dan pihak- pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.
Ada pula khusus untuk paket berbelanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan 2 unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta, dan berbelanja jasa konsultansi perencanaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp175 juta akan digarap oleh Anzarullah.
Andi Merya membenarkan permintaan Anzarullah tersebut, dan akur akan memberikan”fee” kepada Andi Merya sebesar 30 persen.
Selanjutnya, Andi Merya menginstruksikan Anzarullah untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ratmawan selaku Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan(ULP), agar mengerjakan pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke Layanan Pengadaan Secara Elektronik(LPSE), sehingga perusahaan milik Anzarullah dan/ atau grup Anzarullah dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan 2 proyek itu.
KPK beranggapan Andi Merya meminta uang Rp250 juta atas 2 proyek pekerjaan yang akan diperoleh Anzarullah tersebut.
Anzarullah telah memberikan uang Rp25 juta terlebih dulu kepada Andi Merya, dan lebihnya Rp225 juta disetujui akan diserahkan di rumah individu Andi Merya di Kendari.
Ada pula sisa uang Rp225 juta tersebut yang diamankan KPK saat operasi tangkap tangan(OTT) terhadap Andi Merya dan kawan- kawan.
Anzarullah selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat(1) huruf a atau Pasal 5 ayat(1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 seperti dilansir Antara.
Sebagai penerima, Andi Merya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf(a) atau Pasal 12 huruf(b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (mg4)