Nasional

Dinilai Belum Efektif, Kurikulum Belajar Daring Harus Dievaluasi 

INDOPOSCO.ID – Dunia pendidikan di masa pandemi turut jadi sorotan. Pelaksanaan belajar melalui dalam jaringan (Daring) dinilai belum efektif dan optimal dalam mendidik para murid.

Meskipun pemerintah telah memberikan bantuan kuota gratis pada pelajar, namun tidak menghilangkan segala persoalan belajar. Bagi orangtua yang berdomisili di pedesaan, jaringan selalu menjadi faktor utama penghambat belajar.

Belum lagi, para orangtua tidak semuanya lancar menggunakan handphone (HP) android atau gagap teknologi. Sehingga, hal ini menjadi faktor penting proses pembelajaran bagi anak.

Pemerintah diminta serius dalam menentukan kebijakan. Sebab, perkembangan belajar anak dinilai lamban dalam mencerna materi yang disampaikan oleh guru. Bahkan, tidak sedikit murid selama pandemi ini tidak belajar. Setiap tugas yang diberikan guru bisa dikerjakan orangtua. Anak hanya jadi penonton dan belajar daring dianggap raihan prestasi antar orangtua.

“Kadang murid tidak memperhatikan, apalagi anak SD. Betapa sulitnya seorang guru mempersiapkan pembelajaran daring. Yang sekolah bukan anaknya tapi orangtuanya yang sibuk. Ini menyebabkan sistem dring belum efektif diterapkan, kita masih merindukan pembelajaran secara langsung tatap muka,” kata pengamat pendidikan Eny Suhaeni, Minggu (2/5/2021).

Ia menerangkan, pembelajaran daring sangat berpengaruh pada psikologis karakter anak yang tidak daapt berhubungan sosial dengan temannya. Guru memiliki keterbatasan akses dalam mendidik terutama pada nilai kepatutan sikap.

Menurutnya, meskipun pemerintah dengan sekuat tenaga mengeluarkan banyak anggaran untuk memfasilitasi pembelajaran daring, tidak dapat menyelesaikan persoalan. KArena, pendidikan bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran dan mampu mengerjakan tugas dari guru. Banyak nilai sosial yang hilang dari sistem pembelajaran tatap muka.

“Semuanya berpengaruh, terhadap sistem, secara psikologis, sosiologis perlu interaksi sosial bagaimana bekerjasama, lewat daring terbatas. Sistem kerjasama kelompok itu memerlukan basis langsung, sehinga anak tahu cara bekerjasama kelomok, itu pengembangan karakter yang berpengaruh kejiwaan,” terangnya.

Berdasarkan pengamatannya, kuota gratis bantuan dari pemerintah, tidak sedikit malah digunakan untuk bermain game online dibandingkan belajar. Sehingga, hal ini menjadi persoalan baru di dunia pendidikan.

Saat ini, banyak keluhan yang dialami wali murid karena jenuh dengan pembelajaran daring. Sebian besar murid dan orangtua, menginginkan sekolah tatap muka.

“Keinginan belajar secara langsung sangat tinggi dari masyarakat, sudah bosan. Yang paling terasa civitas akademik pendidikan. Belajar daring dibilang efektif juga tidak, dibilang tidak juga mungkin efektif. Kemendikbud harus melakukan riset memberikan positif atau negatif. Rata-rata murid mengalami titik jenuh, sistem daring banyak menghambat sistem pembelajaran, penanaman pembinaan pendidikan, kendala secara daring beda dengan ketemu langsung,” jelasnya.

Eny berujar, pemerintah telah menargetkan belajar tatp muka pada bulan Juli 2021. Sekolah harus mampu menyediakan fasilitas sesuai standar protokol kesehatan (prokes). Jangan sampai, belajar tatap muka menjadi klaster baru penularan Covid-19. Niatan itu ditunjang dengan dikebutnya vaksinasi terhadap tenaga pengajar.

“Kalau di Juli sudah dekat, akan diberlakukan belajar langsung, yang harus dipersiapkan Covid ini belum sempurna selesainya, pemerintah harus memfasilitasi prokes, prosedur kesehatan harus dijaga,” tuturnya.

Selain itu, kurikulum teknis pembelajaran tatap muka juga perlu dievaluasi dan harus ada pembaharuan. Mengingat, kapasitas kelas dan bangku belum tentu dapat menampung seluruh murid yang harus menjaga jarak.

Mengingat sejauh ini, masyarakat agak sulit untuk menghindari kerumunan. Berbeda dengan penggunan masker yang sudah membudaya. Pelu kesadaran lebih secara kolektif dalam permasalahan itu.

Pihaknya mendorong pemerintah harus maskimal menyediakan prosedur fasilitas kesehatan. Jangan sampai ada klaster baru, di kelas anak-anak terjangkit. Jangan sampai anak menjadi korban penularan Covid-19 akibat lalai dalam penunjang dan edukasi prokes.

“Apakah dibuat romble, kelas misalnya ada 40 apakah kursi ketersediaanya maksimal? fasilitas ruang belajar. Guru kesiapannya melaksanakan dengan prokes. Sekolah harus menanggung itu, apakah anggarannya tersedia. Kurikulum belajar mungkin harus dievaluasi disituasi covid begini. Artinya dalam beberapa hal muggkin relevan tapi yang lain harus dievaluasi. itu memerlukan evaluasi ulang,” pungkasnya. (son)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button