Nasional

Siswa Mengaku Senang Belajar Tatap Muka Dibanding Belajar Online

INDOPOSCO.ID – Jalan Permatasari Blok D, Tajurhalang, Kabupaten Bogor tampak sunyi. Matahari baru saja naik, angin berhembus sepoi. Tampak Deva,11, tengah membuka tas sekolah miliknya.

Ia mengeluarkan sebuah buku mata pelajaran Bahasa Indonesia. ”Tugas membacanya kemarin halaman berapa ya? Oh iya halaman 10,” gumam Deva.

Siswa kelas 5 di sekolah dasar negeri (SDN) Tonjong 3 ini kemudian mengambil sebuah buku tulis. Sembari membaca, Deva menuliskan jawaban ke buku tulis yang sedari tadi dipegangnya.

Ditemui INDOPOSCO.ID, Deva mengaku senang belajar secara tatap muka. Siswa dari keluarga tidak mampu ini mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas sejak sepekan lalu.

”Senang masuk sekolah tatap muka dari pada sekolah online. Belajar online bosen, jenuh dan materi belajar tidak ada yang paham, tapi tugasnya banyak,” kata Deva, Sabtu (24/4/2021).

Menurut putera pasangan Muhadi dan Istikomah ini, PTM terbatas dibagi dalam kelompok. Dan siswanya pun hanya 50 persen. “Saya masuk hari Senin dan Rabu. Masuk dari jam 08.00 WIB sampai 10.00 WIB,” terangnya.

Deva menuturkan, PTM terbatas siswa lebih senang. Siswa lebih mudah menerima materi pembelajaran. “Pokoknya senang, kita bisa ketemu teman dan paham pelajaran,” ucapnya.

Lebih jauh Deva mengatakan, saat pembelajaran jarak jauh (PJJ), dirinya harus berbagi telepon pintar dengan ibunya. Pada saat PJJ, ia juga jarang mendapatkan pendampingan dari orangtua. “Bapak kalau diminta mendampingi tidak paham, ibu juga demikian. Paling kakak Bim yang menemani,” katanya.

PJJ yang menjenuhkan, tak jarang dimanfaatkan Deva untuk bemain game online. Sementara untuk mengisi hari-hari selama PJJ, dia habiskan untuk bermain. “Daripada bosan, saat PJJ paling main game online. Sama sehari-hari paling buat main sepeda, sepatu roda,” ungkapnya.

Di tempat yang sama, Muhadi, ayah Deva membenarkan dampak PJJ menyebabkan anaknya banyak bermain. Selain itu, anak kerap dijumpai bermain game online. “Saya kan enggak ngerti belajar online, jadi tidak bisa mendampingi anak. Tapi beberapa kali anak saya temui malah bermain game waktu belajar,” katanya.

“Sering kali sata tegur, tapi bilangnya bosan belajar online,” imbuhnya.

Sementara itu, Chief Education Officer Zenius Sabda PS mengatakan, kompetensi individu menentukan masa depan Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan penerapan belajar yang fokus pada pemahaman dasar materi dan pengembangan pola berpikir kritis.

Hal itu, menurutnya, untuk membantu siswa mendapatkan pengalaman belajar yang personal, sesuai dengan tahapan belajar serta kemampuan masing-masing. “Ada empat kemampuan dasar yang penting dimiliki oleh seorang individu yaitu logika, kemampuan matematis dasar, membaca, dan scientific thinking. Dan platform kami memberikan materi pembelajaran yang dapat menstimulasi kemampuan dasar tersebut,” katanya.

Ia meyakini, pola pembelajaran tersebut mampu membentuk individu yang kompetitif atau kami menyebutnya individu yang cerdas, cerah, dan asyik. “Individu yang cerdas terlatih memiliki pemikiran yang kritis, cerah membuat mereka lebih percaya diri menjalani kehidupan sehari-hari. Dan asyik itu memiliki kemampuan sosial dan memiliki motivasi untuk terus belajar,” bebernya.

Sebagai anggota dari Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), Indonesia berpartisipasi dalam tes Programme for International Student Assessment (PISA) yang menguji kemampuan dasar siswa SMA. “Kami komitmen untuk membantu meningkatkan skor PISA Indonesia,” ucapnya.

Sebelumnya, Plt Direktur sekolah menengah atas (SMA), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Purwadi Sutanto mengatakan, PJJ di masa pandemi dikeluhkan guru, siswa dan masyarakat.

“Ada penurunan kemampuan belajar siswa atau loss learning bahkan PJJ menambah angka putus sekolah (APS) anak,” ujarnya.

Bahkan lebih jauh, dikatakan Purwadi, pembelajaran di masa pandemi menyebabkan gangguan kesehatan mental pada anak atau stress. “Perangkat belajar selama PJJ jadi kendala serius dan pembelajaran juga hanya bisa dilakukan di zona jaringan internet,” katanya.

Ia menyebut, berdasarkan hasil PISA 2000 hingga 2018 menunjukkan hasil belajar pendidikan siswa sekolah dasar dan menengah masih rendah. Dari hasil skor dan pemeringkatan PISA kompetensi membaca siswa 70 persen di bawah kompetensi minimal. Sementara kompetensi matematika 71 persen di bawah kompetensi minimal.

“Untuk Sains 60 persen di bawah kompetensi minimal. Hasil ini tentu masih rendah dan menjadi pekerjaan rumah (PR) semua pihak, baik orangtua, masyarakat dan pemerintah,” katanya.

Ia menyebutkan, masalah dasar yang mempengaruhi rendahnya hasil pendidikan di antaranya kualitas guru, infrastruktur dan tingkat kesenjangan orangtua. “Kita harus optimistis skor PISA 2022 nanti naik,” ucapnya. (nas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button