Anggaran Naik Terus, Pengamat: Sistem Pendidikan di Indonesia Stagnan

INDOPOSCO.ID – Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji menegaskan, pemerintah tidak serius membangun sumber daya manusia (SDM) unggul. Pasalnya, di sejumlah daerah kabupaten dan kota serta provinsi masih banyak ditemukan kepala dinas pendidikan yang tidak kompeten di bidangnya.
“Coba kita keliling, ada kepala dinas pendidikan dari dinas pertamanan, dinas kehutanan bahkan satuan polisi pamong praja (Satpol PP). Eh, malah sekarang di tingkat nasional, yang biasa ngurusin ojol (ojek online) disuruh urus pendidikan,” kata Indra Charismiadji dalam acara daring, Minggu (21/2/2021).
Ia menuturkan, SDM unggul tidak bisa sebatas level ojol. Karena menurut penelitian di Inggris, masyarakat atau pemerintah Indonesia bersifat komplasen (puas). Sehingga, profil pembelajaran di Indonesia selama 20 tahun terakhir jalan di tempat.
Akan tetapi nilai anggaran untuk pendidikan terus naik. “Anggaran sekarang setahun Rp550 triliun. Tapi pendidikan kita stagnan dan tidak ada hasilnya,” terangnya.
Karena, masih ujar Indra program pendidikan di Indonesia selama ini sama saja. Namun tiap ganti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selalu ditambah. Seperti pergantian kurikulum. Lalu, program sekolah penggerak, sebelumnya ada sekolah rujukan, rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah inti.
“Inti itu semua sama saja, hanya berganti baju saja. Ada lagi ujian negara, evaluasi belajar tahap akhir nasional (Ebtanas), ujian nasional (UN) dan sekarang asesmen nasional (AN),” bebernya.
Ia menyebut, anggaran untuk ujian nasional Rp200 miliar. Namun anggaran untuk asesmen nasional Rp1,4 miliar. “Ini (asesmen nasional) 7 kali lipat anggarannya. Ini uang rakyat loh,” katanya.
Lebih jauh Indra mengungkapkan, Indonesia belum memiliki cetak biru (blue print) pendidikan. Dalam aplikasi ojol, menurut Indra, blue print itu terkait lokasi jemput, tujuan dan biaya jasa ojol. “Selama ini kita tidak punya itu. Tapi alhamdulilah Komisi IX DPR RI terus mendorong pendidikan di Indonesia punya peta jalan pendidikan,” ungkapnya.
Di negara tetangga Indonesia sendiri, dikatakan Indra, selama pandemi Covid-19 telah memilih program digitalisasi pendidikan. Padahal mereka hanya memiliki 300 sekolah dan lima universitas.
“Master plan sudah mereka miliki sejak 1997 lalu. Dan saat ini sudah masuk fase keempat. Mereka sudah punya planing digitalisasi pendidikan, kita yang punya 50 ribu siswa, 200 ribu sekolah tidak ada planning. Dan ini yang menyebabkan anggaran Rp550 triliun tiap tahun menguap,” terangnya.(nas)