Pengamat: Keraguan DPRD Dinilai Hambat Warga Jakarta Nikmati Air Bersih

INDOPOSCO.ID – Direktur Jakarta Institute, Agung Nugroho, menilai keraguan kalangan legislatif dalam mendukung rencana Initial Public Offering (IPO) PAM Jaya justru berpotensi merugikan publik.
Menurutnya, IPO tidak identik dengan privatisasi. Pemprov Jakarta Jakarta tetap bisa menjadi pemegang saham mayoritas, bahkan memiliki hak veto atas keputusan strategis.
“Dengan IPO, justru akan tercipta transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam pengelolaan PAM Jaya,” katanya kepada wartawan Senin (15/9/2025).
Ia menekankan payung hukum pengelolaan air di Indonesia sudah jelas dan kuat.
Lanjutnya, mulai dari UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, PP Nomor 122 Tahun 2015 tentang SPAM, hingga Pergub DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2022.
“Semua menegaskan bahwa air adalah hak dasar warga negara, dan penyediaannya menjadi kewajiban pemerintah,” ujarnya.
Ia menambahkan, meskipun PAM Jaya menjadi perusahaan terbuka, regulasi yang ada memastikan perusahaan tetap berkewajiban memenuhi mandat pelayanan publik.
“Regulasi tarif, cakupan layanan, hingga kewajiban menyediakan akses bagi warga miskin tidak dapat diubah hanya karena masuknya investor,” ucapnya.
Untuk mencegah orientasi bisnis semata, Jakarta Institute mengusulkan empat pagar pengaman.
Pertama, membatasi kepemilikan saham asing dan korporasi besar. Kedua, memasukkan klausul pelayanan publik dalam AD/ART PAM Jaya. Ketiga, menjamin tarif sosial bagi kelompok miskin.
Keempat, memperkuat mekanisme pengawasan publik melalui DPRD dan masyarakat sipil.
“Contohnya di Singapura, PUB sepenuhnya milik pemerintah, tetapi dikelola dengan standar korporasi modern,” tuturnya.
Kata dia, swasta hanya dilibatkan dalam proyek infrastruktur, dan hasilnya hampir 100 persen warga menikmati akses air bersih.
Sementara di Filipina, Maynilad dan Manila Water merupakan perusahaan publik yang tercatat di bursa. Meski ada investor swasta, tarif dan target layanan tetap diatur pemerintah.
Cakupan layanan meningkat tajam, dengan pengawasan ketat agar tidak terjebak orientasi laba semata.
“Contoh Singapura dan Filipina menunjukkan bahwa IPO bukan ancaman. Justru, keraguan politik akan membuat warga Jakarta terus menghadapi keterbatasan air bersih,” tegasnya.
Jakarta Institute menilai, tanpa tambahan modal dari IPO, pembangunan infrastruktur air bersih akan berjalan lambat dan membebani APBD.
“Kami mendesak DPRD Jakarta untuk bersikap progresif. Jangan biarkan keraguan politik menghambat hak dasar warga atas air bersih,” pungkasnya. (fer)