Megapolitan

Meyaksikan “Blood Moon” dari Langit Jakarta

INDOPOSCO.ID – Langit Jakarta, utamanya kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), pada Minggu (7/9/2025) malam hingga Senin (8/9/2025) dini hari, cerah seperti prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Kondisi ini disambut gembira oleh para pemburu panorama gerhana bulan merah darah (blood moon). Mereka bisa menikmati fenomena gerhana bulan total dari berbagai penjuru kota, bahkan di wilayah penyangga Jakarta.

Irena (25) asal Bogor, Jawa Barat, misalnya. Dia menatap langit dengan wajah semringah. Ada harapan blood moon dapat terpotret cantik melalui lensa kamera yang dia bawa.

Selain Irena, masih ada ratusan orang lainnya yang ikut meramaikan kegiatan “Piknik Malam Bersama Gerhana Bulan Total 2025” yang diadakan di Taman Ismail Marzuki (TIM). Awalnya, peserta dibatasi hanya 300 orang saja. Namun karena peminat yang membeludak, maka dibuka kembali pendaftaran dengan kuota lebih banyak.

Tikar hingga tenda pun berjejer di bagian depan Teater Jakarta, TIM. Anak-anak hingga dewasa duduk berkumpul untuk mengamati kejadian alam mahakarya Sang Pencipta.

Cuaca cerah memungkinkan pengamatan gerhana bulan sepanjang malam dapat dilakukan dengan mata telanjang tanpa teleskop, demikian diungkapkan para pakar termasuk Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin serta Ketua Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ), Muhammad Rezky.

Jenis ponsel tertentu dapat memotret proses gerhana bulan dengan jelas. Namun, untuk melihat lebih jelas kondisi bulan beserta fitur-fitur permukaannya, maka teleskop tetap dibutuhkan.

Kepala Sub Bagian Tata Usaha melalui Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (UP PKJ TIM), Eko Wibowo menyediakan delapan teleskop untuk digunakan secara bergantian oleh ratusan orang yang hadir malam itu.

Dia mencatat, penyelenggara acara membuka kuota untuk sekitar 2.000 orang pendaftar dan semuanya terisi penuh.

Sebagian orang bahkan bisa memasuki Planetarium, sementara sisanya menunggu gerhana bulan total sembari mendengarkan penjelasan pakar astronomi dari Tim Falakiyah Kementerian Agama, Cecep Nurwendaya.

Fenomena gerhana bulan total terjadi ketika bulan berada di balik bayangan bumi. Bayangan ini dihasilkan cahaya matahari, sehingga saat bulan mulai masuk ke area bayangan, maka cahaya yang diterima, yang dipantulkan bulan dari matahari akan mulai berkurang secara perlahan.

Seperti dilansir ANTARA, proses ini dimulai sekitar pukul 22.28 WIB, atau disebut gerhana penumbra. Saat itu, bulan tampak mulai sedikit meredup namun masih tampak bulat.

Lalu, sekitar pukul 23.27 WIB, gerhana parsial dimulai. Di sini ada perbedaan kontras. Warna bulan masih hitam dan putih. Warna bulan bisa sampai 500 kali lebih gelap daripada biasanya sehingga tampak sangat gelap. Fase ini semakin menguatkan pendapat bahwa bumi itu bulan

Selanjutnya, pukul 00.31 WIB, awal fase gerhana bulan total dimulai, ditandai bulan mulai terlihat seperti bulan sabit.

Pada fase ini sudah muncul warna merah pada bulan, namun tidak benar-benar tampak seperti blood moon karena ada pengaruh awan tipis.

Menurut Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, warna merah muncul karena ada cahaya merah yang dibiaskan bumi dan mengenai bulan.

Karenanya, bulan tampak merah darah dan inilah sebabnya fenomena gerhana bulan total yang dilihat malam hari ini hingga dini hari berwarna merah darah atau blood moon.

Fenomena gerhana bulan menarik untuk diamati. Kelengkungan bayangan bumi saat gerhana sebagian membuktikan bentuk bumi yang bulat.

Puncak gerhana bulan total terjadi sekitar pukul 01.11 WIB. Saat itu, cahaya tidak betul-betul merata, dengan warna merah yang tampak tidak terlalu tajam.

Sementara Cecep menambahkan, hal ini disebabkan kemampuan mata manusia dan ada awan tipis merata sebagai filter bulan yang sedang mengalami gerhana total.

Lalu, pukul 01.54 WIB, merupakan akhir gerhana bulan total dan memasuki gerhana bulan parsial, ditandai langit sudah mulai cerah dan awan tipis semakin memudar.

Sekitar pukul 02.56 WIB, gerhana parsial berakhir, dan hampir satu jam kemudian gerhana penumbra berakhir.

Durasi seluruh proses gerhana berlangsung sekitar 5 jam 29 menit, sementara durasi totalitas gerhana bulan total berlangsung sekitar 1 jam 23 menit.

Berbeda dengan gerhana matahari, fase gerhana bulan berlangsung lebih lama sehingga lebih leluasa untuk diamati dan dinikmati. Gerhana matahari pada tahun 2016 misalnya, totalitasnya hanya terjadi beberapa menit saja.

Warga Jakarta dan mereka yang berada di Ibu Kota beruntung karena dapat menyaksikan gerhana bulan sejak awal hingga akhir. Negara di Eropa dan Afrika hanya dapat menyaksikan sebagian fase gerhana saja. Begitu juga dengan Jepang yang hanya dapat melihat gerhana di awal.

Sementara negara di Amerika selain dari pantai timur Brasil dan Alaska, bahkan tidak melihat gerhana sama sekali.

“Jadi untuk kali ini bisa dibilang giliran kita (Jakarta) yang bisa merasakan gerhana dari awal sampai akhir,” kata Rezky yang lulusan astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB).

Adapun fenomena gerhana bulan total yang bisa disaksikan fase-fasenya secara utuh seperti 7-8 September ini diperkirakan akan terjadi kembali pada 31 Desember 2027.

Sedangkan pada 3 Maret 2026, wilayah Indonesia diperkirakan hanya bisa melihat bagian akhir gerhana, yakni saat gerhana bulan total sudah terjadi. (dam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button