Penetapan Figha Lesmana Tersangka Dinilai Sarat Kejanggalan, Tim Advokasi UBK Angkat Bicara

INDOPOSCO.ID – Tim Advokasi Figha Lesmana dari Keluarga Besar Universitas Bung Karno (UBK) menilai penetapan tersangka terhadap aktivis Figha Lesmana merupakan bentuk kriminalisasi ekspresi sekaligus kemunduran demokrasi.
Figha, alumni Fakultas Hukum UBK angkatan 2017, ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya pada 30 Agustus 2025, hanya sehari setelah laporan polisi dibuat.
Aktivis muda itu dijemput paksa pada 1 September, lalu resmi ditahan di Subdit Kamneg Unit 2 Polda Metro Jaya sejak 2 September.
Koordinator Tim Advokasi, Yerikho Manurung, menegaskan bahwa kasus yang menimpa Figha tidak berdasar.
“Figha bukan ancaman bagi NKRI. Ia justru cermin generasi muda yang peduli, berani, dan kritis. Kriminalisasi terhadap Figha adalah kemunduran demokrasi,”
katanya dalam keterangan diterima pada Minggu (7/9/2025)
“Membela Figha berarti membela hak kita semua sebagai warga negara untuk bersuara,” imbuhnya.
Yerikho juga menyoroti dugaan kejanggalan dalam proses hukum. Menurutnya, penetapan tersangka dilakukan tanpa pemeriksaan pendahuluan, menggunakan pasal karet yakni Pasal 160 KUHP dan UU ITE.
Ia menambahkan, klaim aparat soal siaran langsung TikTok Figha ditonton 10 juta orang tidak sesuai fakta.
“Live streaming Figha hanya ditonton sekitar 10 ribu orang. Angka yang dibesar-besarkan itu jelas framing untuk membenarkan penangkapan,” ujarnya.
Diketahui, Figha melakukan siaran langsung di TikTok pada 25 Agustus saat bentrokan antara aparat dan demonstran di kawasan Slipi.
“Potongan video kemudian tersebar ulang oleh akun lain tanpa izin hingga menimbulkan kesalahpahaman yang berujung pada laporan polisi,” jelasnya.
Ia menuturkan Tim Advokasi telah mengajukan penangguhan penahanan dengan jaminan keluarga, tokoh masyarakat, serta civitas akademika.
Mereka juga menyiapkan langkah hukum terkait dugaan pelanggaran prosedur penangkapan.
Keluarga Besar UBK mendesak kepolisian segera membebaskan Figha, serta meminta Presiden Prabowo Subianto dan DPR RI menjamin hak konstitusional warga negara dalam menyampaikan pendapat.
“Membela Figha berarti membela ruang kebebasan kita bersama. Jika hari ini Figha bisa dikriminalisasi karena bersuara, besok bisa jadi siapa saja di antara kita,” pungkasnya. (Fer)