Megapolitan

Bangunan Gedung Kejati DKI Diduga Tak Sesusai Spesifikasi, Pakar Hukum: Indikasi Pelanggaran Sangat Jelas

INDOPOSCO.ID – Proyek pembangunan Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta terus menarik perhatian publik.

Pasalnya, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terkait Laporan Keuangan Auditorat Utama Keuangan Negara V Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta Nomor 11A/LHP/XVIII.JKT/5/2023, yang diterima oleh INDOPOSCO.ID, terungkap bahwa terdapat ketidaksesuaian spesifikasi pekerjaan, khususnya terkait mutu beton dalam pembangunan gedung tersebut.

Pakar Tata Ruang Universitas Trisakti, Yayat Supriatna mengatakan jika item pembangunan gedung tidak sesuai dengan spesifikasi teknis, hal ini dapat berdampak pada keselamatan bangunan.

“Dalam waktu dekat, bangunan akan mengalami kerusakan, yang pada gilirannya dapat menyebabkan biaya pemeliharaan yang tinggi,” katanya kepada INDOPOSCO.ID Senin (5/2/2024).

Menurutnya, bangunan yang tidak memenuhi spesifikasi tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.

“Masalah utama adalah ketidaklayakan untuk mendapatkan sertifikasi fungsi bangunan yang memadai,” ujarnya.

Ia menjelaskan fungsi bangunan tidak akan berjalan dengan baik jika tidak sesuai dengan spesifikasi, dan akibatnya adalah kerugian.

“Seperti perbandingan antara barang kw dan barang original, yang kw biasanya tidak bertahan lama berbeda jauh dengan yang original,” jelasnya.

Senada dikatakan Pakar Hukum Universitas trisakti, Trubus Rahardiansah. Dia menegaskan sangat jelas terdapat indikasi pelanggaran hukum karena adanya ketidaksesuaian spesifikasi pada proyek pembangunan Gedung Kejati DKI Jakarta.

“Jika BPK telah menemukan temuan pelanggaran, seharusnya kejaksaan segera bertindak. Kejaksaan dapat menggunakan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK sebagai dasar audit bangunan, dan kemungkinan item lain dalam bangunan tersebut tidak sesuai dengan kontrak dapat diusut lebih lanjut.

Kejaksaan seharusnya mengambil tindakan. Jika semua laporan tidak sesuai dengan kontrak, pihak yang terlibat dapat dijerat dengan pidana.

“Sebagai contoh, kasus tol layang MBZ yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung dapat dianggap serupa dengan situasi di mana mengurangi spesifikasi mutu proyek dapat dianggap sebagai pelanggaran,” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, hasil pemeriksaan oleh BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta mencatat bahwa terdapat ketidaksesuaian spesifikasi pada konstruksi proyek pembangunan Gedung Kejati DKI Jakarta.

Menurut BPK, kondisi tersebut tidak sesuai dengan: a. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pada Pasal 78 ayat (3) yang menyatakan Perbuatan atau tindakan Penyedia yang dikenakan sanksi antara lain: 1) Tidak melaksanakan Kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau tidak melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan; 2) Menyerahkan barang/jasa yang kualitasnya tidak sesuai dengan Kontrak berdasarkan hasil audit; atau 3) Terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Kontrak.

Selain itu BPK menegaskan dampak dari ketidaksesuaian spesifikasi konstruksi tersebut terjadi kelebihan pembayaran dengan kekurangan volume pekerjaan, dengan nilai mencapai Rp308.964.275,04.

Atas permasalahan tersebut Pemprov DKI Jakarta melalui Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta memberikan penjelasan sebagai berikut

“Pada prinsipnya kami menerima temuan pemeriksaan. Selanjutnya kami segera akan menindaklanjuti temuan tersebut dengan memerintahkan kepada penyedia jasa konstruksi di kegiatan pembangunan dimaksud untuk melakukan penyetoran ke kas daerah atas kekurangan volume pekerjaan atas pelaksanaan pembangunan gedung Kejaksaan Tinggi TA 2022 total senilai Rp308.964.275,04,” tulis Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan yang dikutip INDOPOSCO.ID dari LHP BPK Provinsi DKI Jakarta.

Ketua Subkelompok Penindakan dan Pengaduan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Panji Ganesha Putra saat dikonfirmasi indopos.co.id, mengatakan pihaknya telah menjalankan proses klarifikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Tim Profesi Ahli (TPA), serta melibatkan tahap pembahasan.

“Saya sudah koordinasi dengan Bangunan Gedung Pemerintah Daerah (Pemda). sudah proses klarifikasi dengan BPK dan tim profesi ahli (TPA) dan tahap pembahasan,” pungkasnya. (fer)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button