Ternyata Aturan Presidential Threshold Sudah Diuji 50 Kali ke MK, Ini Rinciannya

INDOPOSCO.ID – Partai Buruh mengemukakan aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang pernah diatur dalam tiga Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2003, UU Nomor 42 Tahun 2008, UU Nomor 7 Tahun 2017, sudah pernah diuji 50 kali ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Itu berdasar data yang dikantonginya sejak tahun 2003 sampai 2024.
Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahuddin mengatakan, aturan ambang batas pencalonan presiden dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 menjadi paling banyak diuji ke MK.
Jumlahnya hampir setengahnya dari total keseluruhan gugatan.
“Dengan rincian, UU Nomor 23 Tahun 2003 sebanyak dua kali. Dengan dua putusan. UU Nomor 42 Tahun 2008 sebanyak 11 kali, sembilan putusan dan dua ketetapan. UU Nomor 7 Tahun 2017 sebanyak 37 kali, 36 putusan dan satu ketetapan,” kata Said Salahuddin di Jakarta dikutip, Sabtu (4/1/2025).
Dari 50 kali pengujian tersebut, MK akhirnya menghapus aturan presidential threshold di perkara nomor 62/PUU-XXII/2024, yang diputus tanggal 3 Desember 2024 dan dibacakan satu bulan kemudian pada sidang tanggal 2 Januari 2025.
Ia menyambut baik putusan penghapusan ambang batas pencalonan presiden. Partai Buruh tercatat sudah dua kali menguji aturan tersebut ke MK. Semula tahun ini, pihaknya akan kembali mengajukan aturan itu, namun sudah kehilangan urgensinya.
“MK sudah lebih dulu membatalkan aturan presidential threshold melalui putusan nomor 62/PUU-XXII/2024,” ujar Said.
Partai Buruh bakal melakukan pengujian UU Pemilu dengan isu lain yaitu, parliamentary threshold atau ambang batas perolehan suara untuk masuk ke DPR.
“Partai Buruh akan melanjutkan pengujian ke MK yang paling terdekat adalah pengujian tentang parliamentary threshold, kalau kemarin presidential threshold besok kita akan menguji parliamentary threshold,” jelasnya.
Ketua MK Suhartoyo telah membacakan putusan perkara nomor 62/PUU-XXI/2023 dan mengabulkan permohonan yang menghapus ambang batas pencalonan presiden. Hal itu disampaikan pada, Kamis (2/1/2025).
“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tutur Suhartoyo terpisah baru-baru ini. (dan)