Tom Lembong Dijerat Korupsi, Anies: Ini Negara Rechtsstaat Bukan Machtstaat

INDOPOSCO.ID – Mantan calon Presiden RI Anies Baswedan mengaku terkejut atas penetapan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejadung) dalam kasus impor gula. Anies mengungkapkan perasaannya yang meyakini mantan tim suksesnya itu adalah orang yang berintegritas tinggi.
Hal itu, kata Anies, lantaran dirinya mengenal sosok Thomas Lembong karena telah bersahabat lama
“Teman2 semua, terkait penetapan Tom Lembong sebagai tersangka. Saya bersahabat dengan Tom hampir 20 tahun dan mengenalnya sebagai pribadi berintegritas tinggi. Tom selalu prioritaskan kepentingan publik dan ia juga fokus memperjuangkan kelas menengah Indonesia yang terhimpit,” kata Anies dalam cuitannya di akun X pribadinya, @aniesbaswedan, sebagaimana dilihat oleh indopos.co.id pada Rabu (30/10/2024).
Dia pun menjelaskan bahwa Tom adalah orang yang lurus. “Tom adalah orang yang lurus dan bukan tipe orang yang suka neko-neko. Karena itu selama karier panjang di dunia usaha dan karier singkat di pemerintahan ia disegani, baik lingkup domestik maupun internasional,” ucapnya.
Meski menghormati proses hukum yang diberlakukan terhadap Tom Lembong, namun Anies tetap berharap kasus ini didasari murni hukum, bukan karena kekuasaan.
“Kami ingin negeri ini membuktikan bahwa yang tertulis di Penjelasan UUD 1945 masih valid yaitu, “Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (Rechtsstaat), bukan negara berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat),” cetusnya.
Lebih lanjut, Anies memberikan kalimat dukungan dan doa terhadap Tom Lembong dalam menjalani proses hukum kasus ini.
“Tom, jangan berhenti mencintai Indonesia dan rakyatnya, seperti yang telah dijalani dan dibuktikan selama ini. I still have my trust in Tom, dan doa serta dukungan kami tidak akan putus,” tutupnya.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan penetapan Thomas Lembong sebagai tersangka bukan tanpa dasar.
Bukti-bukti awal menunjukkan adanya indikasi manipulasi dalam proses pengadaan izin impor gula yang melibatkan sejumlah oknum di pemerintahan dan pihak swasta.
Qohar menuturkan bahwa skema korupsi ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga berdampak langsung terhadap petani gula lokal dan harga kebutuhan pokok masyarakat.
“Penelusuran kami mengungkap pola kolusi yang terstruktur dan masif, dengan aktor-aktor yang memiliki pengaruh kuat,” tuturnya.
Lebih lanjut, Abdul Qohar menjelaskan bahwa pola tersebut melibatkan manipulasi kuota impor, pengaturan harga, hingga pengelolaan distribusi yang terpusat pada kelompok tertentu.
“Pada Januari 2016, tersangka TTL menerbitkan Surat Penugasan bagi PT PPI untuk memenuhi stok dan stabilisasi harga gula nasional, dengan target pengolahan 300.000 ton GKM impor menjadi GKP melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri,” ucapnya. (dil)