Urgensi Evaluasi Sistem Peradilan di Kasus Ronald Tannur

INDOPOSCO.ID – Kasus terdakwa Ronald Tannur menjadi sorotan banyak pihak. Apalagi menyeret mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, dia diduga menjadi perantaran suap menangani kasasi atas perkara kematian kekasih Ronald, Dini Sera.
Penangkapan eks Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan, Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) MA itu rangkaian pengungkapan kasus dugaan suap terhadap majelis hakim PN Surabaya perkara Gregorius Ronald Tannur. Anggapan publik menyebut ada makelar kasus di MA.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar mendesak, adanya evaluasi pengawasan terhadap sistem peradilan di Tanah Air. Tujuannya mencegah dugaan suap terjadi di masa mendatang.
“Ya, karena jika pengawasan terhadap sistem peradilan yang ada sama dengan hari ini, maka peristiwa ini akan berulang terus,” kata Fickar melalui gawai, Jakarta, Senin (28/10/2024).
Menurutnya, sistem saat ini memberikan peluang pada hakim hakim itu untuk menerima suap atau bahkan memeras. Lebih parah lagi mencoreng lembaga peradilan.
“Akan menambah daftar panjang daftar markus (makelas kasus),” ujar Fickar.
Upaya lain mencegah tindakan korupsi di lingkungan peradilan bisa dilakukan melalui hukuman yang lebih berat, sehingga memberikan efek jera terhadap pelaku.
“Harus ada terobosan, apakah dengan mengubah ancanan hukman menjadi seumur hidup atau mati,” jelas Fickar.
“Atau mengevakuasi lagi disistem (-red) pengawasan yang ada pada saat ini, apakah Bawas (Badan Pengawasa MA) atau KY,” tambahnya.
Tim Kejaksaan menangkap tiga orang hakim dan seorang pengacara dari Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat atas dugaan suap penanganan perkara yang diperiksa oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Sementara eks pejabat MA ditangkap di Bali dengan barang bukti uang Rp5 miliar.
Juru Bicara Mahkamah Agung Yanto
mengatakan, pihaknya telah membentuk tim pemeriksa untuk klarifikasi tiga hakim yang menangani kasasi Ronald Tannur. Pembentukan tim klarifikasi itu berkaitan dugaan pelanggaran etik.
“Tapi kalau sanksi pidana, kalau seandainya ada pidana kan udah di kejaksaan. Kami tidak akan mencampuri. Tidak akan mencampuri proses hukum,” jelas Yanto terpisah di kantornya, Jakarta hari ini.
Jika ketiga hakim tersebut terbukti melakukan tindak pidana, maka otomatis dinyatakan telah melakukan pelanggaran etik.
“Tapi, pelanggaran etik belum tentu pelanggaran hukum. Maka kalau pelanggaran hukumnya itu terbukti, dengan sendirinya yang bersangkutan, aman diusulkan kepada presiden untuk diberhentikan dengan tidak hormat,” imbuh Yanto. Ronald Tannur telah divonis 5 tahun penjara atas perbuatannya, setelah MA menggugurkan vonis bebasnya. (dan)