Headline

Korban Didorong Lapor Polisi dan Sarankan Sanksi Kebiri untuk Ketua KPU Hasyim Asy’ari

INDOPOSCO.ID – Pakar komunikasi politik Emrus Sihombing mendorong agar kasus asusila yang dilakukan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak hanya berhenti atas pelanggaran etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), melainkan juga harus masuk dalam ranah pidana.

“Ketua KPU dipecat DKPP soal asusila. Juga sebaiknya korban lapor ke polisi untuk mengusut dugaan tindak pidana asusila tersebut,” kata Emrus dalam pesan singkat yang diterima Indopos.co.id, Kamis (4/7/2024).

Emrus menambahkan, jika nanti dalam proses hukum di pengadilan terbukti adanya tindakan pidana asusila, maka ia menyarankan agar hakim mempertimbangkan untuk menjatuhi vonis hukuman kebiri terhadap pelaku.

“Jika proses hukum terbukti di pengadilan tentang dugaan tindak pidana asusila tersebut dan terjadi lebih dari satu kali, saya menyarankan agar hakim perlu mempertimbangkan salah satu hukuman yaitu sanksi kebiri kepada yang bersangkutan untuk efek jera dan sekaligus mencegah kemungkinan korban berikutnya,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, pada sidang kode etik yang berlangsung pada hari Rabu (3/7/2024), DKPP telah mengeluarkan keputusan untuk memberhentikan Hasyim sebagai Ketua KPU usai terbukti melakukan tindakan asusila kepada salah satu anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Pemilu 2024.

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy’ari selaku ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum RI terhitung putusan ini dibacakan,” kata Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu (KEPP) perkara nomor 90-PKE-DKPP/V/2024 oleh (DKPP) di Kantor DKPP, Jakarta Pusat pada Rabu (3/7/2024).

Selain mengabulkan pengaduan Pengadu dan menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Teradu Hasyim Asy’ari, dalam putusannya, Hendy pun menjelaslan putusan ini akan diteruskan oleh putusan dari Presiden Jokowi.

“Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan putusan ini paling lama tujuh hari setalah putusan ini dibacakan,” ucap Heddy yang kemudian diikuti ketukan palu.

Kasus ini sendiri diadukan oleh korban yang memberikan kuasa kepada Aristo Pangaribuan, Uli Pangaribuan, Abdul Toni, dkk. Pengadu mengadukan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari. Dalam pokok aduan, Teradu (Hasyim) diadukan mengutamakan kepentingan pribadi dan memberikan perlakuan khusus kepada Pengadu (korban) yang bekerja sebagai anggota PPLN di salah satu negara Eropa.

Selain itu, Teradu juga diduga telah menggunakan relasi kuasa untuk mendekati dan menjalin hubungan dengan Pengadu. Meski demikian, Teradu membantah semua dalil Pengadu tersebut karena bersifat subjektif dan mengada-ada.

DKPP pun mengungkapkan dalam dua sidang pemeriksaan terungkap sejumlah fakta bahwa Teradu menjalin komunikasi intens kepada Pengadu yang membahas persoalan di luar kedinasan sejak pertama kali bertemu.

Lalu, Teradu juga beberapa kali membayar tiket pesawat dan menyewakan apartemen untuk Pengadu. Bahkan, Teradu juga sempat mengajak Pengadu untuk berhubungan badan. Tak hanya itu, teradu juga berjanji menikahi pengadu.

Usai diminta oleh Pengadu, Teradu membuat pernyataan akan membelikan apartemen hingga membiayai kebutuhan sebanyak Rp30 juta perbulan.

DKPP pun menilai perlakuan Teradu kepada Pengadu di luar kewajaran relasi kerja antara atasan dan bawahan melainkan seperti sepasang kekasih.

Oleh sebab itu, DKPP menganggap Hasyim Asy’ari melanggar etik seperti yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) dan (2) huruf a serta c, Pasal 7 ayat (1), Pasal 10 huruf a, Pasal 11 huruf a dan d, Pasal 12 huruf a, Pasal 15 huruf a dan d, Pasal 16 huruf e, dan Pasal 19 huruf f Peraturan DKPP No. 2/2017. Hasyim sendiri tidak hadiri secara langsung sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran kode etik tersebut. Dia hanya mengikuti sidang secara daring. (dil)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button