Persoalan Formula E Tidak Berdampak terhadap Elektabilitas Anies Baswedan

INDOPOSCO.ID – Penyelidikan yang sedang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi penyelenggaraan event internasional Formula E DKI Jakarta dinilai tidak berdampak terhadap elektabilitas (tingkat keterpilihan) Gubernur Anies Baswedan.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan hasil sejumlah survei, Anies Baswedan merupakan salah satu tokoh yang memiliki elektabilitas tinggi, yang bisa diusung menjadi calon presiden (capres) 2024 mendatang.
Pengamat Politik, Dedi Kurnia Syah, kepada Indoposco.id, Minggu (7/11/2021) mengatakan, sejauh ini skandal korupsi yang dilakukan perorangan, tidak secara signifikan menurunkan elektabilitas kelompok atau partai politik, bahkan banyak tokoh yang masih terpilih saat menghadapi kasus korupsi.
Baca Juga : Jadi Tuan Rumah Profesional, Golkar: Formula E Harus Disambut Gembira
“Sementara Formula E, jika terbukti ada skandal korupsi,maka itu aktivitas kolektif, bukan perorangan yang dibebankan kesalahan hanya pada Anies Baswedan, dengan catatan pengalaman, sangat kecil berdampak pada elektabilitas Anies,” ujar Dedi.
Namun, kata Dedi, tingginya intensitas kritik dari kelompok pembenci, membuat Anies Baswedan akan menghadapi persoalan elektabilitas cukup berat.
“Hanya saja Anies secara ketokohan ini menonjol, bukan soal ia populer, tetapi tingginya intensitas kritik dari kelompok pembenci. Ini yang membuat Anies menghadapi persoalan elektabilitas lebih berat dibanding tokoh lain,” kata Dedi.
Baca Juga : KPK Minta Keterangan dan Klarifikasi terkait Formula E DKI Jakarta
Dedi menjelaskan, KPK memiliki kewenangan menyelidiki, tetapi Anies juga punya pendukung setia yang siap menghalau isu yang dianggap tidak benar.
“Jika tidak hati-hati, juga tanpa argumentasi yang kuat, bisa saja justru KPK yang mendapat dampak, yakni penurunan kepercayaan publik, terlebih jika bersikap tidak sama dengan kasus besar yang sudah berjalan, sebut saja skandal Aziz Syamsuddin, Harun Masiku kader PDIP, termasuk isu internal yang membuat Lili Pintauli diputus bersalah oleh Dewan Pengawas KPK,” katanya.
Sementara ketika ditanya terkait terlambatnya KPK dalam menangani kasus Formula E ini, Dedi mengatakan KPK bukan penegak hukum, sehingga tidak bisa leluasa memeriksa tiap-tiap agenda besar yang dicurigai memiliki tendensi korupsi.
“Itulah mengapa ia (KPK) tidak dapat leluasa memeriksa tiap-tiap agenda besar yang dicurigai memiliki tendensi korupsi. Kita bisa baca catatan kinerja KPK selama ini, hampir semua kasus yang ditangani adalah aktivitas korupsi yang telah jelas, maka ada OTT (operasi tangkap tangan) atau penangkapan dengan sejumlah bukti yang sudah terkumpul,” kata Dedi.
Menurut Dedi, justru, menjadi aneh jika KPK menyelidiki Formula E tanpa ada bukti apa pun, lalu penyelidikan dimaksud mencari bukti, ini bisa saja bermuatan politis. (dam)