Headline

Dua Hari Bujukan Aloysius Soegianto dan Jejak Kopassus

INDOPOSCO.IDTok tok tok! Terdengar ketukan di pintu rumah orang bule, Rokus B. Visser atau Mochammad Idjon Djanbi. Sesosok pemuda datang menghadap Visser. Dia adalah seorang perwira pertama, Letnan Dua (Letda) Aloysius Soegianto.

Peristiwa itu terjadi sekitar 1951 di kediaman Visser, Kampung Cukul, Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat (Jabar). Kala itu, Visser berprofesi sebagai petani bunga atau kembang.

Visser bukanlah orang sembarangan. Awalnya dia berkewarganegaraan Belanda dan mantan komandan sekolah terjun payung Belanda. Idjon juga pernah ikut latihan pasukan khusus Inggris SAS (Special Air Service). Pada September 1944, dia terlibat dalam Operasi Market Garden saat Perang Dunia II. Market Garden merupakan operasi pasukan Sekutu dalam membebaskan Belanda dari pasukan Nazi Jerman pimpinan Hitler.

Visser merupakan personel pasukan elite Belanda yang akhirnya menjadi WNI (Warga Negara Indonesia). Dia juga menikah dengan seorang perempuan Suku Sunda dan memeluk agama Islam. Kemudian, Visser mengganti namanya menjadi Mochammad Idjon Djanbi dan menetap sebagai petani bunga di Jabar.

Pengalaman militer Idjon menarik perhatian Kolonel A.E. Kawilarang. Usai penumpasan RMS (Republik Maluku Selatan) atau pada 2 November 1951, Kawilarang yang menjabat Panglima Tentara & Teritorium III/Siliwangi, Jabar ingin mewujudkan cita-cita sahabat Letkol Slamet Rijadi untuk membentuk pasukan elite dengan kualifikasi komando.

Dalam buku AE Kawilarang: Untuk Sang Merah Putih, 1989, Kawilarang menulis, “Untuk melawan gerakan-gerakan gerombolan yang mobil itu, saya perhitungkan, perlu dibentuk suatu kesatuan yang terlatih bertempur, secara kesatuan kecil sampai dengan dua orang saja dan all round. Dan itu harus diciptakan, diadakan.”

Kawilarang lantas memerintahkan mantan ajudannya, Letda Aloysius Soegianto menemui Idjon. Tak lama, Soegiyanto pun mendatangi kediaman Idjon. Tidak mudah membujuk dan mengajak Idjon kembali ke dunia militer. Namun dia tidak patah semangat menghadapi karakter keras Idjon.

Heru Djanbi, putra Idjon Djanbi mengaku tidak banyak mengetahui tentang sosok ayahnya saat menggeluti bidang militer. ”Bapak orangnya tertutup, apalagi kalau berbicara tentang militer,” ujarnya kepada indoposco.id pada Rabu (23/2/2021).

Namun dari informasi yang Heru terima, ayahnya saat itu memang enggan kembali ke dunia militer. Namun Soegianto keukeuh membujuk ayahnya. ”Sampai Pak Soegianto menginap di rumah selama dua hari, dua malam di Kampung Cukul, Pangalengan,” ujar Ketua Umum PP (Pengurus Pusat) AKBM (Anak Korps Baret Merah) itu.

Dengan upaya bujuk rayu Soegianto, akhirnya hati Idjon luluh jua. ”Bapak bersedia dan meminta pangkatnya naik setingkat menjadi mayor,” ujar Heru yang saat kejadian itu belum lahir.

Kemudian pada 1 April 1952, atas keputusan Menteri Pertahanan (Menhan) Sri Sultan Hamengkubuwono IX, maka Idjon Djanbi dinaikkan pangkatnya menjadi Mayor Infanteri TNI AD dengan NRP 17665.

Idjon bersedia melatih pendidikan CIC II (Combat Inteligen Course) Cilendek, Bogor, Jabar. Dia juga mengajarkan materi parakomando sampai perang gunung-hutan.

Dalam buku Kopassus: Inside Indonesia’s Special Forces yang ditulis Ken Conboy, Soegianto yang merupakan angkatan pertama pasukan komando mengenal sosok Idjon sebagai komandan dengan disiplin tinggi.

Demikian pula Benny Moerdani dalam buku Benny Moerdani yang Belum Terungkap, 2018, mengalami kerasnya didikan Idjon untuk melatih para calon pasukan komando selama enam bulan. Kerasnya latihan membuat Benny dan rekan-rekannya sering menggerutu di belakang Idjon.

Setelah Idjon melatih di Sekolah Komando angkatan pertama, sebanyak 44 siswa dari total 80 orang yang mengikuti seleksi dinyatakan lulus.

Selanjutnya, pada 16 April 1952 dibentuklah pasukan khusus dengan nama Kesatuan Komando Teritorium Tentara III/Siliwangi (Kesko III) di bawah komandan Mayor Inf Idjon Djanbi.

Berjalannya waktu, pasukan elite itu mengalami reorganisasi menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD) pada 18 Maret 1953, RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) pada 25 Juli 1955, Pusat Pasukan Khusus Angkatan Darat (Puspassus AD) pada 12 Desember 1966, Kopassandha (Komando Pasukan Sandi Yudha) pada 17 Februari 1971, dan Kopassus (Komando Pasukan Khusus) pada 26 Desember 1986 sampai saat ini.

Dari perjalanan tersebut, peran awal Aloysius Soegianto dalam pembentukan pasukan elite TNI AD sangat krusial. Pria yang pensiun dengan pangkat Kolonel itu mengembuskan napas terakhir di usia 93 tahun pada Selasa (23/2/2021) pukul 14.30 WIB di Rumah Sakit (RS) Bhakti Yudha, Depok, Jabar. Sebelumnya, pria kelahiran Yogyakarta, 25 Juni 1928 tersebut menderita sakit.

Pada Rabu siang (24/2/2021), Soegianto dimakamkan secara militer di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan. Selamat jalan pahlawan! (aro)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button