Headline

Aturan Baru Pajak Pulsa Tak Akan Bebani Masyarakat

INDOPOSCO.ID – Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 terkait pengenaan pajak pada pulsa seluler, voucher, kartu perdana, dan token listrik yang dikeluarkan 29 Januari lalu, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 ini menimbulkan pro dan kontra karena dianggap akan memberatkan masyarakat di masa pandemi.

Sebab dalam aturan tersebut, pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen dan Pajak Penghasilan (PPh) 0,5 persen, yang dikhawatirkan akan membuat “harga naik”, meski Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan tak ada pungutan pajak baru dalam ketentuan itu.

Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung, Ian Joseph menyatakan harga yang sampai ke konsumen semestinya tidak terdampak karena hanya pedagang di tingkat tertentu yang dipungut pajak.

“Ketika kita beli pulsa, sebenarnya sudah kena PPN dan PPh,” kata Ian seperti dikutip ANTARA, Sabtu (6/2/2021).

Dikatakan PPN untuk pulsa dan kartu perdana dikenakan hingga distributor tingkat kedua atau server. Kementerian Keuangan menyatakan pengecer dan konsumen tidak lagi dikenakan PPN. Sementara untuk token listrik, PPN dikenakan untuk jasa penjualan atau pembayaran token listrik dalam bentuk komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual, bukan untuk nilai token listrik.

Berkaitan dengan PPh sebesar 0,5 persen, pajak tersebut dipotong di muka. Besaran ini dipungut dari nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua, kepada distribusi tingkat selanjutnya. Dengan kata lain, harga jual eceran pulsa dan token listrik yang sampai ke konsumen semestinya tidak berubah.

“Pungutan PPN dan PPh untuk kartu perdana, pulsa,voucher dan token listrik bukan hal yang baru, seperti yang ditegaskan Menteri Keuangan melalui unggahan di Instagram, bahwa tidak ada pungutan pajak baru melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021,” jelasnya.

Ian menyatakan, PPN untuk jasa telekomunikasi sebenarnya sudah dipungut sejak lebih dari 30 tahun yang lalu, melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang Besar dan Penyerahan Jasa Kena Pajak di samping Jasa yang Dilakukan Oleh Pemborong.

Kementerian Keuangan menyatakan salah satu kendala yang sering ditemui di lapangan di kalangan distributor dan pengecer, secara administrasi mereka belum mampu menjalankan kewajiban mereka hingga menimbulkan perselisihan dengan Kantor Pajak. Ada kalanya pajak dianggap memberatkan pengecer, namun petugas bisa menagihkan pajak karena ada objek yang terkena pajak.

1 2Laman berikutnya
mgid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button