Riwayat Keluarga Picu Risiko Jantung, Kenali Gejala yang Sering Terabaikan

INDOPOSCO.ID – Penyakit jantung masih menjadi salah satu penyebab kematian utama di Indonesia maupun dunia. Banyak orang beranggapan penyakit ini hanya menyerang mereka yang memiliki gaya hidup tidak sehat. Padahal, ada faktor lain yang kerap terlupakan, yakni riwayat keluarga.
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah sekaligus Kepala Staf Medis Fungsional Kardiologi di Siloam Hospitals TB Simatupang, Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP (K), FIHA, menegaskan bahwa faktor keturunan memainkan peran penting. Jika salah satu orang tua memiliki riwayat penyakit jantung, maka anak secara otomatis memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalaminya di kemudian hari.
“Faktor keturunan tidak bisa dimodifikasi. Itu bagian dari kondisi bawaan yang harus kita terima. Tetapi kabar baiknya, masih banyak faktor risiko lain yang bisa kita kendalikan, seperti pola makan, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, dan tekanan darah,” jelasnya ditemui INDOPOSCO, Selasa (30/9/2025).
Penyakit jantung tidak selalu hadir dengan tanda yang sama. Menurut Prof. Yoga, penyakit jantung koroner biasanya ditandai dengan nyeri dada yang terasa menekan atau seperti tertindih beban berat. Sementara pada gangguan irama jantung (aritmia), keluhan yang sering muncul adalah jantung berdebar.
Dari berbagai jenis aritmia, salah satu yang paling banyak ditemui adalah atrial fibrilasi (AF). Kondisi ini sering dijuluki “silent disease” karena sebagian besar penderitanya tidak merasakan gejala nyata. Padahal, atrial fibrilasi berhubungan erat dengan meningkatnya risiko stroke.
“Sebetulnya, kalau kita lebih peka dengan kondisi tubuh, tanda-tanda itu ada. Hanya saja sering dianggap sepele. Misalnya, tiba-tiba merasa denyut jantung tidak teratur saat sedang santai. Normalnya, kita tidak bisa merasakan detak jantung secara jelas. Tetapi jika mendadak terasa berdebar tanpa alasan, itu harus dicurigai,” ujarnya.
Prof. Yoga mengingatkan bahwa tidak semua sensasi berdebar adalah tanda penyakit. Jantung berdebar karena rasa takut, gugup menjelang presentasi, atau kegembiraan saat mengalami peristiwa menyenangkan adalah reaksi normal tubuh. Namun, bila debaran muncul tanpa rangsangan, berlangsung berulang, atau terasa berbeda dari biasanya, kondisi tersebut tidak boleh diabaikan.
“Jika itu adalah atrial fibrilasi dan tidak ditangani, risiko terbesarnya adalah stroke. Jadi gejala kecil seperti ini sebaiknya jangan dianggap enteng,” tambahnya.
Meski faktor genetik tidak bisa dihindari, bukan berarti seseorang pasti akan mengalami penyakit jantung. Upaya pencegahan bisa dilakukan dengan mengendalikan faktor risiko lain. Rutin berolahraga, menjaga pola makan seimbang, menghindari rokok, mengelola stres, serta memeriksakan kesehatan secara berkala menjadi langkah sederhana yang terbukti efektif.
Prof. Yoga menekankan pentingnya kesadaran diri. Masyarakat diharapkan lebih peduli pada perubahan kondisi tubuh sekecil apa pun. Detak jantung yang terasa tidak biasa, napas yang mudah terengah, atau rasa nyeri dada sebaiknya segera dikonsultasikan ke tenaga medis.
“Faktor keturunan memang tidak bisa kita pilih, tapi bagaimana kita menjaga diri sepenuhnya ada di tangan kita,” tambahnya. (her)