Waspadai Kejahatan Seksual di Ruangan Digital Kepada Anak, Ini Cara Tangkalnya

INDOPOSCO.ID – Masyarakat Indonesia sudah familiar dengan internet. Terbukti jumlah pengguna aktif mencapai 215 juta, dengan 192 juta lebih mengakses media sosial.
“Masyarakat masih banyak yang belum sadar bahwa internet membuka peluang bagi kejahatan seksual,” ungkap Dosen Praktisi Bisnis Digital Universitas Jambi Riyanto dalam acara daring, Senin (19/8/2024).
Ia mengatakan, penting bagi masyarakat untuk memahami bentuk-bentuk kejahatan seksual di ruang digital. Dan bagaimana melindungi diri sendiri dan orang lain.
”Bentuk-bentuk kejahatan seksual di ruang digital, misalnya cyber grooming atau membangun hubungan emosional dengan anak atau remaja secara online dengan tujuan eksploitasi seksual,” jelasnya.
Kemudian, lanjut dia, sexting yaitu mengirim, menerima, meneruskan pesan foto, video seksual secara elektronik, pelecehan seksual online. Dan atau eksploitasi seksual online atau memaksa atau membujuk seseorang untuk melakukan aktivitas seksual secara online, seringkali dengan imbalan uang atau hadiah.
”Kejahatan seksual di ruang digital berdampak pada trauma psikologis, seperti kecemasan, depresi, stres, dan masalah kesehatan mental lainnya,” ungkapnya.
“Selain itu, juga dapat merusak reputasi hingga menimbulkan masalah hukum,” imbuhnya.
Tips melindungi diri dari kejahatan seksual online, masih ujar Riyanto, batasi informasi pribadi yang dibagikan secara online. Selain itu jangan pernah mengirim foto atau video intim kepada siapa pun. Dan berhati-hatilah saat berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenal.
”Blokir dan laporkan akun yang mencurigakan atau melakukan pelecehan. Gunakan kata sandi yang kuat dan berbeda untuk setiap akun, dan aktifkan pengaturan privasi di media sosial,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur Eko Pamuji mengingatkan tentang bahaya algoritma di media sosial (medsos). Algoritma di medsos bisa menjadi malapetaka jika terus didera oleh konten-konten tertentu.
”Di balik media sosial ada algoritma. Dia bekerja menggiring kita pada konten, orang, dan grup tertentu, serta mengarahkan pada hal yang kita sukai,” ujarnya.
“Waspadai jebakan algoritma pornografi, tak perlu like, komentar di konten berbau pornografi,” imbuhnya. (nas)