Bidik Puncak SGEI, Indonesia Siapkan Strategi Ekonomi Syariah

INDOPOSCO.ID – Indonesia mulai menatap tahun 2029 dengan ambisi besar, menjadi pusat ekonomi syariah dunia.
Cita-cita ini bukan sekadar slogan, tetapi telah masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), dengan indikator utama meraih posisi puncak dalam State of the Global Islamic Economy Indicator (SGEI).
Alih-alih berjalan sendiri, pemerintah menggandeng Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) serta berbagai pemangku kepentingan. Fokus utamanya ada pada tiga jalur percepatan.
Pertama, memperkuat pengetahuan masyarakat tentang ekonomi syariah agar tidak hanya dipahami sebagai wacana, tapi juga jadi bagian gaya hidup sehari-hari. Kedua, mendorong inklusi keuangan syariah supaya layanan perbankan, koperasi, hingga lembaga keuangan berbasis syariah lebih mudah diakses dan digunakan secara luas. Dan ketiga, membangun ekosistem halal yang utuh, mulai dari proses produksi hingga produk akhir, sehingga Indonesia bukan hanya pasar, tetapi juga pusat produksi halal yang berdaya saing global.
Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah KNEKS, Sutan Emir Hidayat, mengungkapkan bahwa literasi masyarakat tentang ekonomi syariah dalam beberapa tahun terakhir sudah tumbuh pesat. Namun, inklusi —yakni penggunaan nyata layanan keuangan syariah— masih jauh tertinggal.
“Indeks literasi kita sudah cukup baik, tetapi inklusi baru sekitar 12–13 persen. Jadi, masyarakat tahu tentang ekonomi syariah, tapi belum banyak yang memanfaatkannya,” jelas Emir dalam keterangannya, Sabtu (23/8/2025).
Menurutnya, supaya ekonomi syariah tidak berhenti pada tahap “sekadar dikenal”, masyarakat perlu benar-benar menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Kuncinya ada pada kemudahan akses layanan.
Salah satu terobosan penting adalah digitalisasi, yang kini mulai merambah lembaga-lembaga keuangan syariah. Koperasi syariah hingga Baitul Maal wat Tamwil (BMT / lembaga keuangan mikro berbasis syariah yang menggabungkan dua fungsi utama) sudah berinovasi dengan menghadirkan layanan mobile banking, sehingga masyarakat bisa bertransaksi dengan lebih cepat, praktis, dan transparan.
Dengan cara ini, ekonomi syariah tidak hanya hadir dalam wacana, tetapi benar-benar bisa dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat luas.
“Masyarakat jangan berhenti pada tahap mengenal. Mereka perlu mencoba dan menggunakan layanan syariah. Kalau tidak, kapan ekonomi syariah bisa benar-benar tumbuh?” tegas Emir.
Lebih jauh, Emir menekankan bahwa ada enam sektor utama yang menjadi tulang punggung ekonomi syariah Indonesia, yakni industri halal, fesyen muslim, pariwisata ramah muslim, produk farmasi dan kosmetik halal, keuangan syariah, serta media islami.
Namun, agar keenam sektor tersebut berkembang maksimal, dibutuhkan lima faktor penguat, yakni peningkatan volume transaksi, dorongan inovasi, literasi dan kesadaran masyarakat, dampak sosial nyata, serta regulasi yang kondusif.
“Kalau faktor-faktor ini berjalan konsisten, skor Indonesia di SGEI pasti naik. Misalnya, zakat tidak hanya dikumpulkan, tapi juga benar-benar berperan menurunkan kemiskinan ekstrem. Atau inovasi digital, seperti aplikasi sertifikasi halal, bisa memberikan nilai tambah lebih besar,” tambahnya.
Dengan fondasi yang kian menguat, pemerintah optimistis Indonesia mampu melesat sebagai pusat ekonomi syariah dunia. Tantangan masih besar, terutama soal inklusi, namun peluang digitalisasi dan ekosistem halal yang kian mapan memberi harapan baru.
Indonesia pun bersiap, bukan sekadar ikut arus tren global, tapi benar-benar menjadi lokomotif ekonomi syariah internasional pada 2029. (her)