BRICS Dinilai Dapat Mengurangi Ketergantungan terhadap Negara Barat

INDOPOSCO.ID – Langkah Indonesia menjadi anggota tetap BRICS diyakini dapat mengurangi ketergantungan terhadap negara-negara Barat dan lembaga-lembaga internasional yang terafiliasi, seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia.
Menurut laporan lembaga riset ekonomi dan sosial Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI yang dikutip di Jakarta, Rabu, bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS, kelompok negara yang kini beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Iran, Mesir, Etiopia, dan Uni Emirat Arab, secara strategis sangat signifikan.
BRICS menyumbang 37 persen produk domestik bruto (PDB) dunia (2024), memiliki 46 persen populasi dunia, dan mencakup 25 persen wilayah daratan dunia.
Perekonomian negara-negara anggotanya juga terus menunjukkan pertumbuhan, naik lebih dari empat kali lipat dari 1990 hingga 2023, serta menyumbang 24,2 persen ekspor dunia dan 19,4 persen impor dunia pada 2023.
Laporan tersebut menyebut salah satu keuntungan konkret yang bisa diraih Indonesia adalah akses terhadap New Development Bank (NDB), atau yang sebelumnya dikenal sebagai BRICS Development Bank.
Bank pembangunan multilateral ini didirikan oleh anggota awal BRICS (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) dengan fokus pada pembiayaan proyek publik atau swasta melalui pinjaman, penjaminan, penyertaan modal, dan instrumen keuangan lainnya.
NDB juga akan bekerja sama dengan lembaga internasional lain dan memberikan bantuan teknis pada proyek-proyek yang didukungnya.
Meskipun sumber pendanaan utama NDB adalah China dengan persentase 48 persen, yang sangat bergantung pada perkembangan dan agenda ekonomi China, NDB dinilai tetap memiliki potensi pendanaan besar untuk pembangunan Indonesia.
Namun, LPEM FEB UI memperingatkan bahwa pendanaan dari NDB cenderung berorientasi mendukung sistem logistik untuk industri China dan sekaligus menciptakan permintaan untuk produk China.
Selain itu, ada risiko debt-trap diplomacy atau diplomasi jebakan utang seperti kasus Belt and Road Initiative (BRI) di Sri Lanka yang perlu diwaspadai.
Lebih lanjut, studi tersebut memandang bahwa Indonesia juga berpeluang mendapatkan akses pasokan minyak murah dengan jumlah besar dari Rusia dan Iran.
Meski demikian, laporan tersebut juga menyoroti bahwa tantangan Indonesia dengan bergabung dengan BRICS tidak mudah karena BRICS belum seefektif G7 atau OECD dalam menghasilkan kebijakan ekonomi riil.
“Di BRICS belum terdapat tarif preferensial, penghapusan hambatan non-tarif dan kerja sama integrasi ekonomi lainnya yang signifikan,” tulis laporan tersebut.
Data dari Bank Indonesia menunjukkan negara-negara kreditur atau pemberi utang terbesar bagi Indonesia pada 2023 adalah: Singapura 56,55 miliar dolar AS, Amerika Serikat 29,09 miliar dolar AS, Jepang 23,22 miliar dolar AS, dan China 20,97 miliar dolar AS.
Dari organisasi internasional, kreditur terbesar adalah Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (IBRD) Bank Dunia 21,63 miliar dolar AS, Asian Development Bank 10,19 miliar dolar AS, dan IMF 8,65 miliar dolar AS. (bro)