Penuhi Ekspektasi Transparansi Tinggi dari Calon Buyers, Harita Nickel Jalani Audit Standar IRMA

INDOPOSCO.ID – Dalam upaya memperluas jangkauan pasarnya ke kawasan Eropa dan Amerika Serikat, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau yang dikenal dengan Harita Nickel mengambil langkah strategis dan progresif.
Dalam hal ini, Harita Nickel menjalani audit independen berstandar internasional The Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA). Audit yang dikenal dengan standar penilaian paling ketat di dunia ini telah berlangsung sejak tahun 2023 dan kini memasuki tahap akhir.
Proses audit ini dilakukan secara sukarela oleh Harita Nickel untuk memenuhi ekspektasi transparansi tinggi dari calon buyers, dengan penilaian menggunakan informasi dari berbagai unsur, seperti pejabat publik, perwakilan tenaga kerja, hingga pihak berkepentingan lainnya.
“Harita selama ini selalu mengikuti aturan dan standar yang berlaku. Yang berkembang saat ini adalah pihak buyer, terutama dari Eropa dan Amerika, menginginkan informasi detail tentang rantai pasoknya,” ujar Deputy Health, Safety, Environment (HSE) Department Harita Nickel, Iwan Syahroni, di Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, Minggu (15/6/2025).
Makanya salah satu audit yang menjadi acuan adalah IRMA, sebagai yang terketat dengan segala transparansinya. Proses audit IRMA dilakukan SCS Global Services, sebuah firma audit independen yang telah disetujui lembaga IRMA. Audit ini terdiri dari dua tahapan, peninjauan dokumen (tahap 1) yang dimulai sejak Oktober 2024 dan audit lapangan (tahap 2) yang berlangsung pada April 2025.
“Saat ini pasar sangat terbuka luas. Pabrikan global sudah berstandar IRMA, sehingga kami pun ingin menunjukkan sudah berstandar IRMA,” kata Iwan.
Secara total, tak kurang dari 1.000 persyaratan dokumen maupun praktik lapangan standar IRMA yang akan melalui proses audit. Hasil penilaian akan berupa laporan audit publik yang dirilis secara lokal dan di situs IRMA.
Standar IRMA mencakup empat fokus area, yakni integritas bisnis, tanggung jawab sosial, tanggung jawab lingkungan, serta perencanaan dampak positif.
“Dengan mengajukan diri agar operasi pertambangan kita diaudit secara independen terhadap standar pertambangan global yang paling ketat di dunia, maka kita bisa tahu kita sudah sampai di titik mana,” ujar Iwan.
Komitmen terhadap standar internasional seperti IRMA, bukan satu-satunya yang diadopsi Harita Nickel. Perusahaan juga telah memulai proses penilaian kesesuaian atas praktik pengadaan bertanggung jawab melalui Responsible Minerals Assurance Process (RMAP) dari Responsible Minerals Initiatives (RMI).
Keberanian Harita Nickel untuk diaudit berdasarkan IRMA tidak hanya akan berdampak positif pada perusahaan, tapi juga akan memperbaiki wajah pertambangan Indonesia yang tengah mendapatkan berbagai sorotan.
“Kami ingin menunjukkan kondisi pertambangan Indonesia cukup baik dan transparan. Apalagi yang menjadi narasumber untuk audit mulai dari pemerintah pusat hingga daerah serta pihak-pihak yang selama ini kritis terhadap sektor pertambangan,” tuturnya.
Adapun Harita Nickel merupakan bagian dari Harita Group yang mengoperasikan pertambangan dan pemrosesan nikel terintegrasi berkelanjutan di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Harita Nickel menjadi pionir di Indonesia dalam pengolahan dan pemurnian nikel limonit (kadar rendah) dengan teknologi HPAL. Teknologi ini mampu mengolah nikel limonit yang sebelumnya tidak dimanfaatkan, menjadi produk bernilai strategis berupa Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
Dengan teknologi yang sama, MHP sebagai intermediate product telah berhasil diolah menjadi produk akhir berupa Nikel Sulfat (NiSo4) yang merupakan material inti pembuatan katoda sumber energi baru, yaitu baterai kendaraan listrik.
Tahun ini, Harita Nickel menargetkan akan mereklamasi lahan bekas kegiatan tambang seluas 66 hektare. Tercatat hingga 2024, dua unit usaha Harita Nickel sudah mereklamasi lahan 231,53 hektare. Sejumlah tanaman digunakan untuk reklamasi, mulai dari cemara laut, kayu putih, hingga ketapang.
Harita Nickel berkomitmen melakukan reklamasi seiring dengan kegiatan penambangan yang masih dilakukan perusahaan, yang mana satu lahan akan segera dilakukan reklamasi bila sudah dalam kondisi mine out.
Ada tim khusus yang memang disiapkan untuk mengurusi reklamasi tambang. Bahkan, perusahaan mengucurkan anggaran sekitar Rp250 juta per hektare sebagai bentuk upaya menjalankan kewajibannya menghijaukan kembali bekas lahan tambang.
Komitmen Harita Nickel memenuhi praktik pertambangan berkelanjutan juga terlihat melalui penerapan sistem manajemen air tambang. Sediment pond menjadi cara Harita mengelola air pembuangan bekas kegiatan tambang kembali ke kadar semula sesuai ketentuan lingkungan untuk kemudian dialirkan ke laut sebagai muara terakhir.
“Kita harus mengembalikan lagi ke alam setelah apa yang diberikan oleh alam. Misalnya air jernih yang masuk ke dalam tambang kita harus mengembalikan lagi kejernihan air dengan kolam itu sendiri,” jelas Iwan, kepada media di Pulau Obi, Jumat (13/6/2025).
Kolam pengendapan ini digunakan untuk memisahkan partikel padat (sedimen) dari air yang digunakan dalam proses pengolahan nikel. Proses penjernihan air limbah tambang ini sejatinya sudah menjadi kewajiban perusahaan mengacu pada ketentuan pemerintah.
Proses pembuatan sediment pond ini tidak mudah. Diperlukan perencanaan dan perhitungan matang mulai dari pembuatan awal hingga mengelolanya saat kolam pengendapan sudah dibangun. Untuk membangun fasilitas ini, butuh biaya yang besar tidak sekedar komitmen semata, yakni sekitar Rp45 miliar.
Sekadar diketahui, total tenaga kerja yang diserap perusahaan saat ini mencapai lebih dari 22 ribu orang. Dari jumlah tersebut, 85 persen merupakan warga negara Indonesia (WNI) dan 45 persen berasal dari Maluku Utara. Hal ini mencerminkan keberpihakan perusahaan pada tenaga kerja lokal. (rmn)