Industri Asuransi Jiwa Tunjukkan Awal Tahun yang Kuat: Premi Naik, Kepercayaan Tumbuh

INDOPOSCO.ID – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) melaporkan kinerja positif industri asuransi jiwa sepanjang Januari – Maret 2025. Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, menyampaikan bahwa pendapatan premi meningkat 3,2% secara tahunan menjadi Rp47,45 triliun.
“Sepanjang Januari hingga Maret 2025, pendapatan premi industri meningkat 3,2% secara year on year menjadi Rp47,45 triliun. Hasil ini merupakan awalan yang baik bagi industri asuransi jiwa untuk menatap tahun 2025 dengan lebih optimis,” ujar Budi dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Kenaikan ini ditopang premi lanjutan yang tumbuh 8,2% menjadi Rp20,94 triliun, dan dominasi produk tradisional sebesar 65,2% dari total premi, tumbuh 15,6% menjadi Rp30,95 triliun.
“Peningkatan premi lanjutan menjadi bukti bahwa masyarakat semakin sadar pentingnya memiliki perlindungan jangka panjang. Ini juga tercermin dari naiknya jumlah tertanggung perorangan,” tambahnya.
Jumlah tertanggung perorangan mencapai 21,97 juta orang (naik 11,6%), dan tertanggung kumpulan 75,89 juta orang (naik 22,2%). Meski demikian, Budi mengingatkan adanya risiko global.
“Gejolak ekonomi global memang masih menjadi tantangan bagi industri asuransi jiwa, terutama akibat volatilitas pasar modal dan nilai tukar. Meski demikian, industri tetap memiliki landasan yang kuat dan strategi jangka panjang yang adaptif. Kami yakin, dengan pengelolaan risiko yang disiplin dan komitmen terhadap perlindungan nasabah, industri asuransi jiwa akan mampu menjaga stabilitas dan terus tumbuh secara berkelanjutan,” jelas Budi.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Departemen Komunikasi AAJI, Karin Zulkarnaen, menyampaikan bahwa klaim dan manfaat yang dibayarkan mencapai Rp38,16 triliun kepada 3,74 juta orang, turun 11,1% dari tahun sebelumnya.
“Penurunan 11,1% dibanding tahun sebelumnya terutama berasal dari turunnya klaim partial withdrawal dan surrender yang masing-masing mencatatkan nilai Rp3,72 triliun dan 19,20 triliun. Ini juga menunjukkan adanya kestabilan yang mulai terbentuk dalam perilaku nasabah,” jelas Karin.
Klaim asuransi Kesehatan, lanjut Karin, juga turun 2,2% menjadi Rp5,83 triliun.
“Meskipun tercatat menurun, kami masih terus melakukan monitor perkembangan angka klaim kesehatan ke depan. Kami berharap reformasi sistem kesehatan melalui kolaborasi lintas sektor dapat mengendalikan inflasi biaya kesehatan,” ujarnya.
Karin juga menyoroti regulasi baru, yakni Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE OJK) No.7/SEOJK.05/2025 yang mulai berlaku pada 1 Januari 2026. Regulasi ini mewajibkan penyesuaian seluruh produk asuransi kesehatan paling lambat pada 31 Desember 2026, termasuk pemberlakuan skema co-payment.
“Regulasi ini memperkenalkan ketentuan co-payment yaitu sebagian biaya yang perlu ditanggung oleh nasabah sebagai pasien ketika mendapatkan perawatan kesehatan, sebesar 10% dari total biaya pengobatan. Untuk menangani tingginya inflasi medis ini perlu adanya kolaborasi dari semua pihak untuk mendukung ekosistem asuransi kesehatan termasuk dari nasabah, supaya ketika nasabah menjalani perawatan medis bisa lebih kritis dalam menentukan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan. Skema serupa juga sudah diterapkan di banyak negara, baik negara maju maupun di Asia,” ujar Karin.
Sementara itu, Ketua Bidang Keuangan, Permodalan, Investasi, dan Pajak AAJI, Simon Imanto, menjelaskan total aset industri per Maret 2025 sebesar Rp616,94 triliun, turun 0,6% akibat tekanan pasar.
“Total aset industri pada akhir Maret 2025 tercatat Rp616,94 triliun, turun tipis 0,6%. Instrumen saham dan reksadana mengalami koreksi cukup dalam, namun penempatan di SBN justru meningkat,” ujar Simon.
Secara umum, kinerja investasi industri asuransi jiwa hingga Maret 2025 dipengaruhi oleh kinerja dari beberapa portofolio, antara lain Surat Berharga Negara (SBN) mengalami pertumbuhan sebesar 12,9% dengan kontribusi terhadap total investasi sebesar 39,6% atau setara dengan Rp214,23 triliun; saham mengalami penurunan sebesar 19,0% dengan kontribusi sebesar 22,1% atau setara dengan Rp119,79 triliun; reksa dana turun 10,5% dengan kontribusi 12,2% atau Rp65,79 triliun; sukuk korporasi naik 12,3% dengan kontribusi 9,6% atau Rp51,67 triliun; dan deposito menurun 7,9% dengan kontribusi 6,7% atau Rp36,43 triliun.
“Penempatan di SBN menunjukkan komitmen industri untuk berperan aktif dalam mendukung pembiayaan negara, sejalan dengan regulasi OJK yang menekankan aspek kehati-hatian dan keberlanjutan,” tambahnya.
Sebagai penutup, Budi Tampubolon tak lupa menekankan pentingnya komunikasi dengan nasabah.
“Asuransi jiwa adalah kontrak jangka panjang. Kami mengedepankan strategi investasi yang berorientasi pada perlindungan nasabah. Edukasi kepada pemegang polis sangat penting agar tidak muncul kepanikan yang tidak perlu akibat fluktuasi jangka pendek,” tegas Budi menutup konferensi pers tersebut.
Dengan catatan positif ini, industri asuransi jiwa Indonesia tampak siap menavigasi tantangan global dengan pijakan yang kuat, berpijak pada kepercayaan nasabah, keberlanjutan investasi, serta keteguhan dalam menjalankan perlindungan jangka panjang. (her)