Tolak Pembubaran BPKH, IPHI: Rawan Penyalahgunaan

INDOPOSCO.ID – Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (DPP IPHI) menolak pembubaran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan mengusulkan amandemen Undang-Undang (UU) No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) IPHI menegaskan BPKH adalah hasil perjuangan umat, bukan sekadar kebijakan pemerintah. Sehingga eksistensinya harus dipertahankan untuk menjaga independensi pengelolaan dana haji.
“Dana haji ini milik umat, bukan milik negara. Jangan ada upaya untuk menariknya kembali ke kendali pemerintah. Pengelolaannya harus tetap berada di tangan lembaga independen yang transparan dan profesional,” tegas Anshori di Jakarta, Rabu (5/3/2025).
Menurutnya, IPHI adalah salah satu pencetus dan pendiri BPKH, sehingga akan berdiri di garis depan untuk mempertahankan keberadaan lembaga tersebut.
Anshori mengingatkan sebelum ada BPKH, dana haji dikelola dengan banyak celah rawan penyalahgunaan. Dengan begitu, menurutnya pembubaran BPKH bukan solusi, tetapi justru langkah mundur yang berisiko besar bagi kepercayaan jemaah.
Amandemen UU No. 34/2014
Selain itu, IPHI juga mendesak revisi UU No. 34 Tahun 2014 untuk meningkatkan tata kelola keuangan haji agar lebih transparan, profesional, dan berpihak kepada jemaah dengan mengajukan sejumlah usulan strategis, diantaranya:
Penyelarasan peran BPKH dan Badan Pelaksana Haji (BPH) agar tidak terjadi tumpang tindih dalam regulasi dan penyelenggaraan haji.
Pembentukan Komite Tetap Haji guna meningkatkan koordinasi lintas kementerian dan lembaga, sehingga kebijakan fiskal dan efisiensi biaya haji lebih optimal.
“Selain itu menjadikan Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank Haji dan Umrah, agar sistem keuangan haji lebih terintegrasi dengan perbankan syariah yang berpihak pada jamaah. Juga penyediaan modal tambahan bagi BPKH guna memperbesar kapasitas investasi yang berkelanjutan dan menguntungkan jamaah,” jelas Anshori.
Masukan lainnya berupa penguatan manajemen risiko keuangan, termasuk penerapan cadangan risiko (Risk Reserve) dan strategi lindung nilai (Hedging) untuk mengantisipasi fluktuasi ekonomi global.
Strategi rekapitalisasi dan restrukturisasi investasi guna mencegah kerugian dan menjaga stabilitas dana haji serta pengaturan kuota haji yang lebih seimbang, agar peningkatan jumlah jamaah tetap selaras dengan kapasitas finansial BPKH.
Keberlanjutan subsidi haji dan efisiensi dana, termasuk penerapan kontrak jangka panjang (multi-year contract) untuk biaya pemondokan, transportasi, dan konsumsi jamaah.
“Fleksibilitas dalam layanan haji, termasuk opsi upgrade dari haji reguler ke haji khusus serta pelunasan biaya haji secara angsuran, integrasi layanan digital dalam pengelolaan dana haji agar lebih transparan dan mudah diakses oleh jamaah,” ungkap Anshori memaparkan usulan IPHI di RDP Panja Komisi VIII.
“UU ini harus direvisi agar BPKH tidak hanya bertahan, tetapi semakin kuat dan profesional. Jika ada kekurangan, kita perbaiki, bukan malah membubarkannya,” tambahnya.
IPHI juga mengingatkan di tengah isu yang berkembang, IPHI dengan tegas menolak segala upaya pembubaran atau penggantian bentuk BPKH.
Pembina IPHI, KH. Ahmad Gufron, mengingatkan langkah tersebut justru bisa menjadi bencana bagi pengelolaan dana haji.
“Jika ada kelemahan dalam BPKH, mari kita perbaiki. Tapi membubarkan? Itu seperti membakar lumbung hanya untuk menangkap tikus! Jangan main-main dengan amanah umat,” tegasnya.
Sri Ratnawati, perwakilan IPHI lainnya mengakui BPKH bukan tanpa kekurangan, tetapi solusinya bukan dengan membongkar sistem yang sudah ada.
Menurutnya, keberlanjutan dan transparansi jauh lebih penting dibandingkan pembentukan lembaga baru yang belum tentu lebih baik.
Kawal Perubahan UU No. 34/2014
Dalam RDP ini, IPHI menegaskan tiga poin utama:
1. BPKH harus tetap dipertahankan sebagai lembaga independen dalam pengelolaan dana haji.
2. Revisi UU No. 34 Tahun 2014 harus berfokus pada penguatan tata kelola, transparansi, dan profesionalisme, bukan malah menghapus lembaga yang sudah berjalan.
3. Menolak dengan tegas pembubaran BPKH, karena perbaikan tata kelola lebih rasional daripada merombak sistem yang sudah ada.
IPHI juga menegaskan mereka akan terus mengawal revisi UU ini agar pengelolaan dana haji tetap berada di jalur yang benar, tanpa ada intervensi kepentingan politik atau upaya merugikan jamaah haji Indonesia.
“Kami tidak akan tinggal diam. Ini amanah besar yang harus kita jaga. Jangan biarkan dana haji kembali ke tangan yang tidak semestinya!” tutup Anshori. (her)