
INDOPOSCO.ID – Panas bumi merupakan energi hijau yang paling layak untuk dikembangkan sebagai ‘tulang punggung’ transisi energi nasional menuju pencapaian target Net Zero Emission (NZE) 2060.
Pentingnya peran energi panas bumi ini telah disampaikan oleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) (IDX: PGEO) di Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 pekan lalu, dan akan kembali digaungkan di ajang The 10th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024, yang akan berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC) pada 18-20 September 2024.
Direktur Utama PGE, Julfi Hadi menyampaikan, Indonesia memiliki total potensi panas bumi 24 GW, setara dengan 17 persen cadangan global dan terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Sebagian besar cadangan merupakan sumber daya berkualitas tinggi atau kategori high enthalpy yang sangat sesuai untuk pembangkit listrik.
“Untuk mencapai target bauran energi nasional pada 2033, dibutuhkan penambahan kapasitas terpasang 4,4 GW yang diperkirakan akan menarik investasi USD27 hingga USD28 miliar,” kata Julfi di Jakarta, Jumat (13/9/2024).
Untuk setiap investasi sebesar USD1 di sektor bisnis hijau seperti panas bumi akan menghasilkan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) USD1,25, memberikan manfaat berganda signifikan bagi ekonomi Indonesia. Tak hanya itu, diperkirakan 70-100 lapangan kerja juga akan tercipta untuk setiap USD1 juta investasi di sektor panas bumi.
Julfi menekankan, panas bumi merupakan sumber energi terbarukan yang stabil, andal dan berperan penting dalam mendukung transisi energi Indonesia dan mengurangi ketergantungan pada sumber energi konvensional.
Panas bumi memiliki dua karakteristik penting untuk mendukung peran tersebut, pertama potensi panas bumi di Indonesia sebagian besar (70-80 persen) terletak di wilayah yang memiliki kebutuhan energi listrik terbesar, yaitu Jawa dan Sumatra.
Kedua, selain tidak bersifat intermittent, dalam memberikan pasokan listrik secara terus menerus, pembangkit panas bumi memiliki capacity factor sekitar 90 persen yang berarti efisiensi sangat tinggi antara kapasitas terpasang dan daya listrik aktual yang mampu dibangkitkan.
Meski potensinya sangat besar, saat ini baru 2,6 GW atau sekitar 11 persen dari sumber daya panas bumi Indonesia yang telah dimanfaatkan. Ini menunjukkan masih banyak ruang dan peluang untuk masa depan dari pengembangan investasi panas bumi.
“Penting untuk menarik investasi dari perusahaan manufaktur panas bumi, baik di sektor hulu maupun hilir, agar mereka datang ke Indonesia untuk membangun kapasitas manufaktur,” kata Direktur Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Gigih Udi Atmo, dalam diskusi panel ISF bersama PGE, Kamis (5/9/2024).
“Indonesia memiliki komitmen kuat untuk mencapai target NZE 2060. Semua sumber energi baru dan terbarukan, termasuk panas bumi, harus dioptimalkan potensinya,” tuturnya. (rmn)