Ekonomi

Pilar Neraca Sumber Daya Laut Jangan Hanya Aspek Ekonomi

INDOPOSCO.ID – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyatakan sejumlah pilar yang akan menjadi dasar dari pembuatan neraca sumber daya laut oleh pemerintah jangan hanya mempertimbangkan aspek ekonomi semata.

“Neraca sumber daya laut setidaknya harus memasukkan tiga variabel utama, yaitu Ekonomi, Ekologi, dan Sosial,” kata Ketua Harian KNTI Dani Setiawan di Jakarta, Rabu (29/9), seperti dikutip Antara.

Dani menyatakan, sudah jelas bahwa pemanfaatan sumber daya kelautan perlu memasukkan indikator-indikator kongkret pada variabel ekonomi untuk memajukan sektor ini.

Namun, lanjutnya, variabel ekonomi yang dimasukkan juga harus dapat meningkatkan ekonomi nelayan serta akses terhadap sumber daya kelautan oleh kalangan nelayan kecil.

Sedangkan variabel ekologi, menurut dia, adalah berbicara mengenai kesehatan laut, keberlanjutan pemanfaatan sumber daya, dan dampak ekologis dari aktivitas-aktivitas yang menempati ruang laut dan pesisir.

Terakhir, ujar Dani, adalah variabel sosial yang mencakup setidaknya indikator kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir, ketimpangan antara sektor pesisir dan nonpesisir, serta penciptaan lapangan kerja dari aktivitas di sektor itu.

Sebagaimana diwartakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menyusun neraca sumber daya laut untuk mendukung geliat investasi berkelanjutan di Indonesia yang sedang dicoba digalakkan oleh pemerintah di berbagai daerah.

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Pamuji Lestari menerangkan, neraca sumber daya laut merupakan instrumen untuk mengukur kondisi sumber daya laut di Indonesia secara berkala, termasuk dimaksudkan untuk mengukur dampak investasi kepada aset laut Indonesia.

“Kebutuhan penyusunan neraca sumber daya laut menjadi semakin mendesak dengan terbitnya Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja untuk menstimulasi geliat investasi,” katanya.

Pamuji mengemukakan pembahasan penyusunan neraca sumber daya laut itu bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial( BIG), Kementerian Keuangan dan Badan Pusat Statistik (BPS), serta merupakan yang pertama kali dilakukan di Indonesia.

“Neraca sumber daya laut dipandang sebagai salah satu alat ukur yang tepat, karena dapat menghitung nilai ekonomi versus potensi kerugian secara ekologis, atau disebut sebagai nilai ekonomi investasi,” jelasnya.

Neraca sumber daya alam (termasuk laut) merupakan salah satu agenda/mandat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 dan kesepakatan global melalui Convention on Biological Diversity (CBD), Sustainable Development Goals (SDG’s), dan High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy (HLP SOE).

Sejak tahun 2020 Direktorat Jenderal PRL bersama BIG, BPS, Kementerian Keuangan dan mitra lainnya telah menginisiasi penyusunan neraca sumber daya laut dengan lokasi proyek percontohan (pilot project) di Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra. Inisiasi itu saat ini juga didukung oleh Global Ocean Account Partnership (GOAP).(mg1)

Back to top button