Tunggu Buldozer

Oleh: Dahlan Iskan
INDOPOSCO.ID – Ini bukan pepesan kosong. Mestinya. Bea balik nama kendaraan bermotor dibuat Rp 0. Gratis. Kabar baik ini, Anda sudah tahu, dinyatakan oleh Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Irjen Firman Shantyabudi kemarin. Beritanya cepat tersiar luas lewat berbagai media.
Selama ini, banyak orang membeli mobil/motor bekas sambil membiarkan kendaraan tersebut tetap atas nama pemilik lama. Pertimbangan pembeli: tidak mau membayar pajak 2 persen dari nilai kendaraan. Apalagi kalau ia/dia sudah punya 1 kendaraan. Pembelian kendaraan kedua ini membayar pajaknya 2,5 persen. Kalau itu kendaraan ketiga, bayarnya 3 persen.
Bagi penjual, motifnya sederhana: agar kendaraannya cepat laku. Ia/dia setuju saja copy KTP-nya/nyi dipinjam untuk perpanjangan STNK kelak.
Problem bagi penjual: kalau akan membeli kendaraan lagi namanya tercatat sebagai orang yang sudah punya kendaraan. Berarti harus bayar pajak setengah persen lebih besar.
Maka ditemukan cara rusuh: penjual melapor ke Samsat bahwa kendaraannya sudah dijual. Cukup menyertakan surat pernyataan ”telah menjual” kendaraan tersebut. Disertai copy STNK dan KTP. Kalau tidak punya copy STNK cukup menyebutkan nomor di pelat kendaraan.
Dengan demikian nama Anda dihapus dari daftar pemilik kendaraan tersebut. Anda bisa beli kendaraan tanpa kena pajak progresif.
Itu sama dengan Anda memaksa agar pembeli kendaraan Anda segera membalikkan nama. Banyak juga yang tetap cuek. Akhirnya menunggak pajak setahun. Dua tahun. Terancam denda pula.
Biar saja, kata mereka. “Nanti kan ada pemutihan. Tunggu pemutihan saja,” ujar mereka. Begitu sering kepala daerah ingin dapat nama: memutihkan balik nama dan denda. Terutama kalau lagi akan ada Pilkada.
Akibatnya, Anda sudah tahu: Indonesia tidak pernah punya data yang akurat soal jumlah kendaraan bermotor. Tiga instansi punya data yang berbeda.
Di kepolisian tercatat jumlah kendaraan 150 juta. Di Kemendagri 122 juta kendaraan. Data di Jasa Raharja 113 juta.
Dengan biaya balik nama Rp 0, diharapkan data kita lebih riil. Toh yang untung juga Pemda: pemilik kendaraan lebih tertib membayar pajak. Dan lagi apa susahnya balik nama. Kok menimbulkan biaya begitu besar. Lantas di mana letak untuk pelayanannya.
Pertanyaannya: kapan itu mulai dari berlaku. Kakorlantas pasti tidak bisa menjawab. Jawaban ada di para gubernur.
Selama ini hanya 8 provinsi yang mengenakan sistem progresif: Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Bali, Sulsel, Sumut, dan Sumbar. Tapi semua provinsi menerapkan pajak balik nama.
Dasarnya: peraturan daerah.
Maka untuk membuat semua itu Rp 0, maka harus ditunggu perubahan Perdanya. Atau dibuldozer saja dari Kemendagri: batalkan itu Perda. Cepat selesai.
Tentu banyak juga yang menunggu keringanan tarif pajak kendaraan bermotor. Antar provinsi bisa tidak sama. Tapi lihatlah jenis dan besaran pajak BPKB yang dikenakan oleh satu provinsi yang beredar di medsos ini:
• Biaya administrasi: Rp 35.000.
• Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ): Rp 35.000
• Biaya pembuatan BPKB baru: Rp 225.000
• Biaya pembuatan nomor polisi baru: Rp 30.000
• Biaya pembuatan STNK: Rp 100.000
• Biaya Penerbitan Tanda Nomor Kendaraan (TNKB) pelat nomor untuk kendaraan dua Rp 60.000
• Biaya transfer nama Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) sebesar 10 persen.
Biaya administrasi adalah biaya yang sangat tidak jelas: apa itu administrasi. Beda dengan biaya kecelakaan lalu-lintas: yang dimaksudkan pasti premi asuransi kecelakaan di Jasa Raharja.
Biaya-biaya berikutnya sangat bisa diperdebatkan: apakah harus setinggi itu.
Tujuan membuat pajak progresif sebenarnya banyak. Bisa untuk menekan pertambahan jumlah kendaraan bermotor. Jalan raya kita kian tidak kuat dibebani pertambahan begitu tinggi. Tapi kenaikan 0,5 persen untuk setiap tambah kendaraan memang tidak akan membuat tujuan itu tercapai. Bahkan cenderung menyebabkan dipakainya nama-nama yang bukan sebenarnya.
Tapi itu terjadi di mana saja. Pensiasatan atas pajak progresif juga terjadi di Hongkong. Selegram cantik Choi membeli rumah kedua di atas namakan mertua. Ketika dia bercerai dengan suami terjadilah masalah: dia sampai dibunuh dan dimutilasi. (*)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 17 Maret 2023: Sandal Tua
Agus Suryono
CARA MENGATUR ANTREAN MASUK RAUDAH.. “Tasreh” atau “ijin masuk” hanya soal ijin. Soal mengatur antrean adalah hal lain lagi. Karena jumlah yang sudah mengantongi TASREH juga banyak, sedangkan RAUDAH arealnya terbatas, meski sudah dibuat EXTENSION-nya, maka antreannya diatur. Setelah TASREH di cek, jamaah tidak langsung masuk Raudah, tetapi harus masuk dan DUDUK di “ruang tunggu lapangan” yang DISEKAT pakai penyekat khusus. Katakan ada ruang tunggu 1, 2, 3 dan seterusnya. Ini hanya masalah pengaturan saja. Masalah mengatur massa, yang sudah memiliki TASREH, dan sudah diperiksa TASREH-nya, dan masuk ruang tunggu lapangan, supaya tidak capek, karena itu DIPERSILAKAN DUDUK, tapi TERATUR. Saat kelompok jamaah yang sudah ada di dalam RAUDAH keluar (per KLOTRU), maka barulah jamaah yang ada di ruang tunggu lapangan dipersilakan masuk. Per kelompok ruang tunggu atau anggap aja KLOTRU. He he.. Saya ingat, tahun 2003 pernah terjadi kisruh antrean masuk Raudah, jamaah wanita BERDESAKAN, yang menyebabkan banyak jamaah luka-luka.. #manajemen jamaah, manajemen antrean..
Kang Sabarikhlas
Alhamdulillah, catatan Abah menyenangkan hati. Abah memang wani ‘klutusan’ dan ndak ’aras²en’, dulu saat Abah umroh seperti pernah menulis sampai ter-mehek². Saya ‘mbrebes mili’ ketika baca Abah mendorong istri di kursi roda, itu keinginan saya yang… Wallahualam..
imau compo
Banyak pertanyaan dan banyak protes utk CHDI hari ini. Extension pada thawaf bisa saya pahami. Toh Pak DI bisa thawaf mengelilingi Ka’bah lewa jalur jeddah – madinah – Neom – jeddah. Persoalannya Pak DI tidak pakai ihram, tidak berwuduk dan tidak 7 kali. Kalau Raudhah? Nabi SAW bilang spasi antara mimbarku dan rumahku adalah taman surga. Bagaimana cara ekstensinya? Protes saya, CHDI bilang, “mereka percaya berdoa di Raudhah sangat dikabulkan.” Itu bukan kata mereka tapi interpretasi ulama pada hadis Nabi SAW. Prosesnya sangat rinci dan dilakukan oleh ulama yg sarat ilmu. Saya pribadi menyederhanakan utk memudahkan mengingatnya, taman surga atau di surga, Allah sdh sediakan (kabulkan) semuanya, bahkan tidak perlu minta cukup keinginan. UAS bilang, rokok pun tersedia cuma apinya gak ada, berani nyulut silahkan ke neraka. Kalau narasi Pak DI slip sedikit lagi bisa jadi Abu Janda yg malah menghina.