INDOPOSCO.ID — Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) terus mendorong transformasi pembelajaran dan penguatan ekosistem riset melalui sinergi multipihak sebagai bagian dari strategi peningkatan daya saing inovasi nasional menuju Indonesia Emas 2045.
Upaya tersebut mengemuka dalam Human Development Synergy Forum bertajuk Kemitraan Multi-Pihak untuk Memperkuat Kebijakan Ekosistem Pendidikan dan Riset Nasional: Brain Gain untuk Indonesia Emas 2045 yang diselenggarakan di Aula Heritage Kemenko PMK, Kamis (18/12/2025).
Dalam forum tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kemenko PMK Ojat Darojat menekankan pentingnya pembenahan proses pembelajaran agar tidak hanya berfokus pada penguasaan materi, tetapi juga pada kemampuan peserta didik menerapkan pengetahuan dalam kehidupan nyata.
“Salah satu penyakit kronis pendidikan kita adalah proses belajar yang masih berhenti pada producing knowledge, bukan applying knowledge. Anak-anak mampu menjawab soal ujian, tetapi tidak memahami dan tidak bisa menggunakan ilmunya. Inilah yang melahirkan inert knowledge dan membuat daya saing inovasi nasional kita rendah,” ujar Ojat.
Ia menjelaskan, transformasi pembelajaran perlu diarahkan pada penguatan pemahaman, konteks, dan pemanfaatan ilmu. Hal ini penting agar proses belajar mampu menumbuhkan daya pikir kritis serta keterampilan pemecahan masalah sejak dini.
“Metode rote learning yang mengandalkan hafalan tanpa pemahaman masih mengakar di ruang-ruang kelas kita. Sistem ini tidak memberi ruang bagi anak untuk membangun critical thinking. Selama budaya belajar seperti ini dipelihara, kita akan terus menghasilkan lulusan dengan nilai tinggi, tetapi miskin kemampuan inovasi,” tegasnya.
Selain pembelajaran, Ojat juga menyoroti perlunya penguatan keterkaitan antara pendidikan, riset, dan kebutuhan dunia kerja. Ia menyampaikan bahwa revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi menjadi salah satu perhatian utama pemerintah untuk menjawab tantangan ketidaksesuaian antara kompetensi lulusan dan kebutuhan industri.
Ia menambahkan, penguatan kolaborasi antara perguruan tinggi, lembaga riset, pemerintah, dan dunia usaha menjadi kunci agar riset tidak berhenti pada publikasi, tetapi berlanjut pada hilirisasi dan pemanfaatan nyata.
“Masalah kita bukan hanya pada ekosistem, tetapi juga budaya pendidikan dan riset. Riset masih banyak dilakukan untuk kepentingan akademik, belum market-driven dan demand-driven. Ke depan, perguruan tinggi dan dunia industri harus terhubung agar tidak terus terjadi mismatch,” pungkasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Stella Christie turut menegaskan bahwa perguruan tinggi memiliki peran strategis sebagai penggerak utama inovasi nasional. Menurutnya, ekosistem pendidikan tinggi yang kuat, riset yang relevan, serta kolaborasi dengan dunia industri menjadi fondasi penting dalam menghasilkan inovasi yang berdampak nyata bagi pembangunan.
“Inovasi itu datang dari perguruan tinggi. Kampus harus menjadi ruang lahirnya gagasan, riset, dan teknologi yang menjawab persoalan nyata. Penguatan riset, peningkatan kualitas SDM, serta kemitraan dengan industri perlu terus diperkuat,” ujar Stella.
Agenda tersebut dirangkai dengan dialog kebijakan dengan topik Brain Gain: Membangun Kemitraan Global dalam Pendidikan dan Riset untuk Masa Depan Indonesia yang menghadirkan Dirjen Riset dan Pengembangan Kemendiktisaintek Fauzan Adziman, Kepala BRIN Arif Satria, serta Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian PPNl/Bappenas Pungkas Bahjuri Ali.
Sesi kedua dialog mengangkat topik Benchmarking Kemitraan Global dalam Pendidikan dan Riset dengan menghadirkan Deputy Director DAAD Regional Office Jakarta Muji Rahayu; perwakilan Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Rod Brazier; Presiden Direktur LPDP Indonesia Sudarto; Wakil Rektor III Universitas Gadjah Mada Arie Sujito; serta Ketua Forum Direktur Politeknik Negeri se-Indonesia Ahyar Muhammad Diah. (ney)









