INDOPOSCO.ID – Memasuki tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, arah kebijakan energi nasional dinilai belum menunjukkan kemajuan signifikan dalam transisi menuju energi bersih.
Penilaian ini disampaikan oleh Energy Transition Policy Development Forum (ETP Forum) dalam laporan tahunan bertajuk “Rapor 1 Tahun Transisi Energi dan Ambisi Iklim: 9 Rekomendasi untuk Pemerintahan Prabowo–Gibran”.
Forum yang beranggotakan Climateworks Centre, Centre for Policy Development (CPD), Institute for Essential Services Reform (IESR), International Institute for Sustainable Development (IISD), Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), dan Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) menilai bahwa berbagai komitmen yang disampaikan pemerintah di forum internasional belum sepenuhnya tercermin dalam kebijakan nasional.
Capaian dan Tantangan
ETP Forum mencatat, hingga semester pertama 2025, bauran energi terbarukan Indonesia mencapai 16 persen, meningkat dari tahun sebelumnya dengan tambahan kapasitas pembangkit energi bersih sebesar 876,5 megawatt (MW).
Meski demikian, capaian tersebut masih jauh dari jalur yang dibutuhkan untuk memenuhi target Persetujuan Paris.
Sementara itu, alokasi APBN 2026 untuk ketahanan energi ditetapkan sebesar Rp402,4 triliun, dengan Rp37,5 triliun di antaranya dialokasikan untuk pengembangan energi terbarukan. Menurut ETP Forum, alokasi tersebut belum cukup mencerminkan prioritas penuh terhadap investasi energi bersih dan dekarbonisasi ekonomi nasional.
“Komitmen ambisius yang disampaikan dalam forum G20 Brazil 2024 dan COP30 Brazil 2025 belum sepenuhnya tercermin dalam kebijakan nasional. Pemerintah perlu bergerak dari retorika menuju implementasi nyata,” tulis laporan tersebut.
Tantangan Kendaraan Listrik dan Investasi Energi Bersih
Salah satu isu yang mendapat sorotan adalah melambatnya pertumbuhan penjualan kendaraan listrik di pasar domestik setelah beberapa insentif fiskal dihentikan.
Menurut Zacky Ambadar, Lead Electric Mobility and Indonesia Energy, International Institute for Sustainable Development (IISD), pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan insentif kendaraan listrik agar tetap menarik bagi industri dan konsumen.
“Setelah insentif pembelian kendaraan listrik dihentikan, penjualan di pasar domestik mengalami penurunan cukup signifikan. Pemerintah perlu memastikan keberlanjutan skema dukungan atau merancang insentif baru yang lebih tepat sasaran agar industri kendaraan listrik nasional tidak kehilangan momentum,” ujar Zacky.
Zacky juga menekankan pentingnya memperkuat rantai pasok industri dalam negeri dan memastikan keterkaitan antara kebijakan transportasi listrik dan pengembangan energi terbarukan.
“Transisi ke transportasi listrik harus diiringi dengan pemanfaatan energi bersih dalam sistem kelistrikan. Jika listriknya masih bersumber dari batu bara, maka manfaat lingkungan dari kendaraan listrik akan menjadi terbatas,” katanya.
Menurutnya, sinergi antara sektor energi dan transportasi merupakan kunci keberhasilan strategi dekarbonisasi Indonesia.
“Kebijakan transisi energi perlu dirancang lintas sektor. Pemerintah, PLN, dan industri otomotif harus memiliki peta jalan bersama agar adopsi kendaraan listrik benar-benar berkontribusi pada pengurangan emisi nasional,” tambah Zacky.
Sembilan Rekomendasi untuk Pemerintahan Prabowo–Gibran
ETP Forum menyampaikan sembilan rekomendasi strategis yang terbagi dalam empat klaster kebijakan utama.
Klaster 1: Reformasi subsidi energi dan akses energi di daerah 3T
ETP Forum mendorong pergeseran subsidi energi berbasis komoditas menjadi subsidi langsung berbasis penerima manfaat melalui Data Tunggal Subsidi Energi Nasional (DTSEN).
Penghematan dari reformasi ini diusulkan untuk investasi energi bersih dan pembangunan jaringan listrik mikro, mini, serta off-grid di wilayah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T).
Klaster 2: Tata kelola dan regulasi transisi energi
Forum merekomendasikan reformasi kelembagaan untuk memisahkan fungsi regulator dan operator di sektor energi. Selain itu, dibutuhkan Satuan Tugas Transisi Energi di bawah Presiden untuk memperkuat koordinasi lintas lembaga dan mempercepat pengambilan keputusan strategis.
Klaster 3: Komitmen jangka panjang dan investasi teknologi bersih
ETP Forum mendorong pembaruan target bauran energi dalam KEN, RUKN, dan RUPTL agar sejalan dengan visi 100 persen energi terbarukan pada 2040. Investasi dalam riset dan pengembangan teknologi seperti baterai, hidrogen hijau, dan amonia juga dinilai penting untuk mempercepat adopsi energi bersih di sektor transportasi dan industri.
Klaster 4: Standar lingkungan dan keadilan sosial
Forum menilai penerapan standar lingkungan dan tata kelola ESG penting untuk mencegah dampak negatif dari hilirisasi mineral kritis. Aspek Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) serta pengembangan Just Transition Framework juga perlu diintegrasikan untuk menjamin transisi energi yang inklusif dan berkeadilan.
Tantangan Tahun Kedua Pemerintahan
ETP Forum menilai bahwa tahun kedua pemerintahan Prabowo–Gibran akan menjadi periode krusial bagi arah kebijakan energi nasional.
“Tanpa reformasi fiskal yang berkeadilan, koordinasi lintas sektor yang kuat, dan komitmen politik yang konsisten, Indonesia berisiko kehilangan momentum menuju ketahanan energi dan target emisi nol bersih,” tulis ETP Forum dalam laporannya.
Forum menegaskan, percepatan transisi energi bukan hanya komitmen terhadap target global, tetapi juga bagian penting dari strategi pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan dan inklusif. (srv)









