INDOPOSCO.ID – Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, menyuarakan keprihatinan mendalam atas berulangnya kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang melibatkan aparat kepolisian. Ia menilai peristiwa tersebut menjadi alarm serius bagi Polri untuk memperkuat sistem perlindungan masyarakat, khususnya perempuan dan anak.
“Saya meminta agar polisi pelaku catcalling di Jaksel serta pelaku pemerkosaan dan pembunuhan di Muaro Bungo, Jambi, diusut tuntas dan diberikan sanksi seberat-beratnya, baik etik maupun pidana,” tegas Abdullah dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Menurutnya, fenomena kekerasan berbasis gender yang dilakukan oknum aparat mencerminkan perlunya langkah strategis jangka panjang. Ia mendorong peningkatan kapasitas Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Pidana Perdagangan Orang (Dirtipid PPA-PPO) Bareskrim Polri, tidak hanya untuk penegakan hukum eksternal, tetapi juga pencegahan di lingkungan internal kepolisian.
“Ditirpid PPA-PPO dapat berperan penting dalam pelatihan dan edukasi anggota Polri agar memahami pelayanan publik yang berperspektif gender,” tambahnya.
Abdullah menegaskan, hal tersebut sejalan dengan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pengarusutamaan Gender dan Surat Telegram Kapolri Nomor ST/2011/IX/Kep/2024 tertanggal 20 September 2024. “Aturan ini harus dijalankan dengan komitmen penuh dan konsisten oleh seluruh anggota Polri,” ujarnya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga mendorong penerapan tes psikologis rutin bagi seluruh anggota kepolisian, baik saat pendidikan maupun masa tugas aktif. Menurutnya, langkah ini penting untuk mendeteksi potensi pelanggaran dan mencegah kasus pelecehan sejak dini.
“Tes psikologis yang terukur dan rutin adalah bagian dari reformasi kepolisian di bidang pengawasan internal. Ini langkah konkret untuk menekan kekerasan seksual terhadap perempuan,” ucapnya.
Selain pengawasan internal, Abdullah juga menilai pengawasan eksternal oleh lembaga independen seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan organisasi masyarakat sipil perlu diperkuat.
“Mekanisme pengawasan eksternal ini dapat menjadi kontrol efektif agar Polri lebih transparan dan akuntabel dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan,” ungkapnya.
Ia pun menekankan pentingnya transparansi data dari pihak kepolisian agar publik mengetahui sejauh mana kasus-kasus tersebut ditangani.
“Polri harus membuka data secara terbuka berapa banyak kasus, penyebabnya, dampaknya, serta progres penanganannya. Dari sana bisa disusun strategi yang lebih efektif untuk mencegah kasus serupa di masa depan,” pungkasnya.
Seperti diketahui, publik dikejutkan oleh dua kasus menonjol yakni pelecehan verbal atau catcalling oleh oknum polisi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Polda Metro Jaya saat ini masih melakukan pemeriksaan terhadap okmum polisi tersebut.
Tak hanya itu, Anggota Polri Bripda Waldi alias W (22) ditangkap setelah memerkosa dan membunuh dosen asal Kabupaten Bungo, Jambi, berinisial EY (37). Kasus ini diduga dipicu oleh persoalan asmara antara keduanya.
Usai melakukan aksi keji itu, pelaku sempat menyamar dengan rambut palsu (wig) dan mengepel lokasi kejadian untuk menghapus jejak. Peristiwa terjadi di Perumahan Al Kausar Residence, Kelurahan Sungai Mengkuang, Kecamatan Rimbo Tengah, pada Minggu pagi (2/11/2025). (dil)









