INDOPOSCO.ID – Kementerian Ekonomi Kreatif mendorong puluhan jenama lokal untuk memperkuat identitas merek (brand DNA) dan melindunginya melalui Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk meningkatkan daya saing global.
“Identitas dan ciri khas membuat sebuah produk menjadi unik dan berbeda dari pesaingnya. Namun, tanpa perlindungan HAKI, potensi plagiasi menjadi besar, sehingga peluang pasar produk pun dapat menurun,” ujar Direktur Fesyen Kemenekraf Romi Astuti dalam keterangan pers, Senin (3/11/2025).
Dalam Bootcamp 1 Inkubasi Fesyen Jabodetabek, Kementerian Ekraf/Badan Ekraf melakukan pendampingan pengembangan identitas merek dan peningkatan kesiapan produk menuju pasar global.
Romi menyampaikan Kemenekraf berkomitmen membantu fasilitasi untuk akses pengurusan dan pendaftaran HAKI. Ia menjelaskan bahwa melalui program Bootcamp 1 ini, Kementerian Ekraf/Badan Ekraf juga dapat semakin menguatkan data jenama yang memerlukan fasilitasi HAKI.
“Kementerian Ekraf/Badan Ekraf melalui Direktorat Pengembangan Fasilitasi Kekayaan Intelektual dapat membantu prosesnya, sementara Direktorat Fesyen siap mendukung dari sisi penyediaan data jenamanya,” tambahnya.
Sepuluh jenama fesyen terkurasi yang mengikuti program ini memperoleh manfaat yang berbeda sesuai dengan kebutuhan yang paling relevan bagi perkembangan usaha mereka.
Ketua Yayasan Batik Marunda, Irmanita mengatakan kegiatan ini sangat membantunya dari segi penguatan bisnis dan nilai ekonomi ibu-ibu relokasi di Rusunawa Marunda Jakarta utara melalui produksi Batik Marunda yakni batik Betawi bercorak flora dan fauna khas pesisir.
“Sebelumnya kami hanya fokus membina penghuni rusun mengembangkan desain, namun kurang memperhatikan dari aspek penjualan dan bisnis. Pelatihan dari Kementerian Ekraf/Badan Ekraf ini sangat menjawab kebutuhan kami untuk meningkatkan nilai jual produk agar meningkatkan perekonomian para ibu di rusun,” ujar Irmanita.
“Kami juga sangat terbantu dengan fasilitasi pendaftaran HKI, karena setelah dijelaskan, kami semakin memahami pentingnya memiliki merek yang terlindungi,” imbuhnya.
Selain aspek keuangan, beberapa peserta juga merasa penguatan karakter brand menjadi manfaat utama yang mereka dapatkan. Jumirah, salah satu peserta yang juga pemilik jenama fesyen pakaian Mierto menilai pendampingan ini membantunya menemukan ciri khas yang lebih tajam tanpa meninggalkan identitas yang sudah dibangun sejak awal.
“Selama ini kami memproduksi pakaian batik dengan pola pada umumnya, dan kami sempat bingung ke mana arahnya brand kami ini, ciri khasnya yang paling menarik apa. Di sini kami mendapat banyak sekali insight dan diminta langsung praktik untuk meng-upgrade brand DNA kami, tapi tetap mempertahankan identitas Mierto sebelumnya,” ujar Jumirah.
Subsektor fesyen menjadi penyumbang terbesar ekspor ekonomi kreatif Indonesia dengan nilai mencapai sekitar 7 juta dolar AS pada 2025.
Selain itu, data BKPM menunjukkan subsektor fesyen menempati posisi kedua tertinggi dalam nilai investasi ekonomi kreatif, dengan total mencapai Rp9,43 triliun. (ney)









