INDOPOSCO.ID – Aroma tak sedap mewarnai proses pemilihan serentak dekan di Universitas Indonesia (UI). Di tengah harapan lahirnya pemimpin fakultas yang visioner dan berintegritas, justru muncul dugaan kuat adanya infiltrasi politik, nepotisme hingga praktik transaksional yang mengancam netralitas kampus tertua di Indonesia itu.
Informasi yang beredar menyebutkan adanya arus intervensi eksternal yang mulai masuk ke lingkungan fakultas melalui jejaring birokrasi kampus.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI Zayyid Sulthan Rahman menegaskan mahasiswa tidak tinggal diam menghadapi potensi manipulasi demokrasi kampus tersebut.
Ia menilai proses pemilihan rawan ‘dikocok’ dan hanya menjadi formalitas administratif yang sudah diatur dari atas.
“Kami menuntut semua calon dekan berani memaparkan gagasan, visi, dan misi secara transparan. Jangan sampai mahasiswa membeli kucing dalam karung. Kami akan skeptis terhadap calon yang minim gagasan dan sarat kepentingan,” tegas Zayyid kepada wartawan, Jumat (31/10/2025).
Menurut Zayyid, infiltrasi politik dalam pemilihan dekan berpotensi menular hingga ke tahap keterpilihan. Jika terjadi, mahasiswa akan menjadi korban paling awal dari struktur kekuasaan yang sarat kompromi.
“Dampaknya bisa langsung terasa: mulai dari penetapan UKT yang tidak transparan, pembatasan kegiatan mahasiswa, sampai tekanan akademis terhadap mereka yang kritis,” ujarnya.
BEM UI juga memperingatkan agar pola patron-klien antara dekanat dan rektorat tidak kembali menciptakan ‘utang budi politik’ yang justru menyeret kampus ke dalam lingkaran kekuasaan.
“Kami akan tetap bersuara dan mengawal seluruh proses agar pemilihan dekan tidak berubah menjadi ajang transaksional atau bagi-bagi kekuasaan,” kata Zayyid.
Senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani, turut menyoroti isu ini.
Ia menegaskan pemilihan dekan di UI harus steril dari politik aliran maupun infiltrasi kekuasaan eksternal yang bertentangan dengan semangat otonomi perguruan tinggi.
“Dugaan intervensi politik dalam pemilihan dekan, di kampus manapun, termasuk UI, merupakan persoalan serius. Pemilihan dekan harus objektif, transparan, dan bebas dari tekanan politik,” tegas politisi PKB itu, Rabu (22/10/2025).
Ia mendorong Kemendikbudristek dan pihak UI melakukan pengawasan ketat agar tidak ada ruang bagi praktik transaksional yang bisa menggerus integritas akademik.
Oleh karena itu, sebagai universitas dengan sejarah panjang dan reputasi nasional, ucap Lalu, UI seharusnya menjadi mercusuar intelektual bangsa, bukan cermin krisis akademik.
Kampus ini diharapkan mampu sejajar dengan universitas ternama dunia seperti Harvard, Oxford atau Tokyo University dengan standar kepemimpinan akademik yang bersih, visioner, dan berintegritas tinggi.
“Pemilihan dekan yang bebas dari infiltrasi politik dan transaksi kepentingan bukan hanya kebutuhan internal, melainkan tolok ukur masa depan pendidikan Indonesia. Jika kampus sebesar UI saja gagal menjaga independensinya, sulit berharap perguruan tinggi lain mampu menegakkan marwah akademik di tengah derasnya arus politik praktis,” pungkasnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Universitas Indonesia (UI), Emir Chairullah menegaskan bahwa seluruh tahapan seleksi bakal calon dekan di lingkungan UI berlangsung secara independen tanpa campur tangan pihak mana pun, termasuk unsur politik.
Pernyataan ini disampaikan menyusul adanya perhatian dari Komisi X DPR RI terhadap proses tersebut.
“Tidak ada intervensi politik dalam pemilihan dekan di UI,” tegasnya dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (24/10/2025).
Ia menambahkan bahwa proses penjaringan dan pemilihan calon dekan dilakukan secara terbuka dan transparan, sesuai dengan prinsip otonomi perguruan tinggi.
“Seluruh tahapan berjalan secara mandiri dan transparan di bawah mekanisme internal universitas,” pungkasnya. (dil)
 
 
			 
			 
 
					








