INDOPOSCO.ID – Satu tahun sudah Presiden Prabowo Subianto memimpin Indonesia. Namun di balik sederet langkah besar yang diambil pemerintahannya, analis komunikasi politik Hendri Satrio menilai masih ada tantangan serius yang perlu segera dibenahi, terutama soal komunikasi antara presiden dan para menterinya.
“Problem terbesarnya Pak Prabowo itu adalah gap (jarak) yang cukup panjang antara dirinya dengan menteri-menteri. Jadi gapnya itu panjang betul,” ujar Hensa -sapaan Hendri Satrio- melalui gawai, Jumat (24/10/2025).
Menurut Hensa, Prabowo datang dengan visi besar, yakni menghapus ketimpangan sosial dan memperkuat keadilan ekonomi. Sayangnya, semangat itu belum sepenuhnya diterjemahkan oleh jajaran kabinetnya.
“Selain orang-orang yang lama berada di lingkarannya, Prabowo terlihat tidak mudah menyelaraskan visi dan misi dengan anggota kabinet dari partai lain. Bahkan mungkin para menteri ini takut bicara dengan Prabowo sekadar bertanya maksud dari programnya,” jelasnya.
Ia menyebut hanya beberapa nama seperti Sjafrie Sjamsoeddin (Menteri Pertahanan), Sufmi Dasco Ahmad, Sugiono (Wakil Ketua DPR RI), Teddy Indra Wijaya (Sekretaris Kabinet), Angga Raka Prabowo (Kepala Badan Komunikasi Pemerintah, Prasetyo Hadi (Menteri Sekretaris Negara), dan Sudaryono (Wakil Menteri Pertanian) yang dinilai memiliki komunikasi efektif dengan presiden.
Dampak dari “jarak komunikasi” ini, lanjut Hensa, bisa terlihat dalam sejumlah kebijakan yang terkesan belum matang namun sudah diumumkan ke publik.
“Dampak dari kesenjangan itu ya salah satunya komunikasi. Kita melihat kebijakan yang belum confirm tapi sudah diumumin lalu dibatalkan – seperti kasus gas 3 kilogram (kg) atau BBM (bahan bakar minyak) impor Pertamina. Ini baru sedikit, masih banyak lagi,” tuturnya.
Meski begitu, Hensa mengapresiasi langkah Prabowo yang mulai melakukan koreksi di tahun pertama masa jabatannya.
Ia menilai penunjukan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi sebagai juru bicara istana dan pembentukan Badan Komunikasi Pemerintah merupakan sinyal positif bahwa presiden mulai memperkuat koordinasi internal.
“Pada akhirnya, banyak hal memang harus diperbaiki. Tapi menurut saya satu tahun ini masa bulan madu-nya sudah selesai, dan Pak Prabowo perlahan memperbaiki itu. Saya mengapresiasi penuh soal ini,” ujar Hensa.
Selain memperkuat komunikasi di kabinet, Hensa juga menyoroti posisi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Ia menilai, Gibran perlu diberi tanggung jawab yang lebih konkret agar kehadirannya benar-benar memberi nilai tambah.
“Gibran itu sebagai wakil presiden, dia harus dipaksa untuk kerja. Harus dikasih kerjaan dia, kalau enggak buang-buang duit negara ini,” tegasnya.
Menurutnya, Prabowo sebaiknya tidak ragu melibatkan Gibran dalam program-program strategis nasional.
“Harus ada. Dan harus dipaksa dia berkecimpung di pemerintahan ini. Walaupun Pak Prabowo terlihat enggak ingin ia terlibat secara penuh, buatkan dia program apa saja yang membuatnya sibuk,” katanya.
Hensa menutup dengan catatan tajam: jabatan wakil presiden bukan sekadar simbol.
“Kalau cuma jadi pelengkap tanpa kontribusi nyata, itu sama saja buang-buang duit negara,” tambahnya.
Satu tahun pertama pemerintahan memang selalu menjadi masa adaptasi. Namun jika komunikasi di tubuh kabinet bisa dipererat dan peran wakil presiden dioptimalkan, tahun kedua bisa jadi momentum bagi Prabowo untuk benar-benar menunjukkan arah kepemimpinannya, bukan sekadar visi besar, tapi juga eksekusi yang menyatu dan terasa. (rmn)










