Akademisi Untirta Tuding Gubernur Banten Tak Berpihak ke Buruh

INDOPOSCO.ID – Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten Ikhsan Ahmad menunding, Gubernur Banten Wahidin Halim tidak berpihak kepada kaum buruh, dan terkesan lebih membela kalangan pengusaha.
Menurut Ikhsan, pernyataan Gubernur Banten Wahidin Halim yang tidak mau ambil pusing dengan aksi ancaman mogok para buruh. Bahkan, dirinya selaku Gubernur meminta kepada pengusaha untuk mengganti pegawai yang tidak mau menerima gaji sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan pemerintah provinsi, adalah pernyataan emosional dan tidak mencerminkan jiwa seorang pemimpin.
Ikhsan mengatkaan, peraturan dan perundang undangan dibuat untuk memastikan, diantaranya terciptanya keadilan dan kenyaman.” Jadi kalau penerapan suatu perundang undangan justru menimbulkan ketidakadilan perlu dipertanyakan komitmen beliau untuk mensejahterakan rakyatnya,” ujar Ikhsan kepada INDOPOSCO,Rabu (8/12/20121).
Dikatakan, meski Gubernur memiliki hak diskresi yang dapat digunakan untuk menetapkan UMK diluar PP 36,namun ada juga UU Otonomi Daerah yang menyatakan, bahwa Gubernur memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup layak rakyatnya. “Ditambah bahwa UU 11 No 2020 beserta seluruh peraturan turunannya sudah dinyatakan Inkonstitusional. Jadi pertanyaannya gubernur mau nggak berpihak kepada masyarakat, khususnya kepada kaum buruh,” kata Ikhsan.
Ia menilai, tuntutan buruh kepada Gubernur untuk menaikan UMP sebesar 10 hingga 13,5 persen adalah hal yang sangat wajar,mengingat saat ini semua barang kebutuhan pokok mengalami kenaikan.” Saya rasa tuntutan dari buruh menaikan UMP dengan besaran 10 hingga 13,5 persen itu sangat ideal dan wajar sekali,” tukasnya.
Ia justru menunding adanya akademisi yang berperan layaknya seorang ‘humas’ Pemprov dengan berapi api membela Gubernur terkait persolan UMP. “PP Nomor 36 diputus bertentangan dengan UUD 1945, mestinya akademisi memberikan formula yang tidak berat sebelah, bagaimana dengan segala macam subsidi negara yang ratusan triliun rupiah kepada pengusaha saat pandemi ini ?,” ujar Ikhsan balik bertanya.
Dia meminta akademisi yang terkesan ‘membabi buta’ berpihak dan membela kepada Gubernur terkait persolan UMP tersebut, untuk mununjukan survei pasar setiap bulannya dan sandingkan dengan nilai UMP sekarang ,serta riil kebutuhan pengeluaran pekerja/buruh.”Sandingkan pula dengan laporan keuangan perusahaan, biar ketauan,” tukasnya.
Sementara Asep Abdullah Busro, Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (IKA Untirta) melalu press release yang diterima INDOPOSCO menjelaskan, aturan dalam bidang pengupahan yang diterapkan Gubernur Banten, sudah sesuai dengan formulasi rumus perhitungan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, sebagai Peraturan pelaksana dari UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 25 November 2021 dinyatakan masih berlaku.
“Perhitungan UMK berdasarkan formulasi perhitungan dalam PP 36 Tahun 2021 dihitung berdasarkan data dari hasil survey yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten meliputi data survei teehadap nilai Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Batas atas dan bawah Angka Rata-rata konsumsi perkapita dan rata-rata jumlah Anggota Rumah Tangga (ART) serta variabel lainnya secara komprehensif yang selanjutnya dimasukan dalam rumus perhitungan upah menjadi nilai UMP dan UMK, sehingga nilai UMP dan UMK yang ditetapkan memiliki landasan argumentasi yang kuat, rasional dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara faktual, ilmiah maupun yuridis,” urai Asep Abdullah Busro.
Oleh karenanya, lanjut Asep Abdullah Busro, sikap Gubernur Banten yang telah menetapkan nilai UMP dan UMK Provinsi Banten Tahun 2022, dengan menerapkan perhitungan upah berdasarkan PP 36 Tahun 2021, tentang Pengupahan adalah sikap yang tegas, berani dan tepat secara hukum serta membuktikan kualitas leadership, konsistensi sikap dan ketaatan hukum.
“Gubernur Banten selaku Kepala Daerah dalam melaksanakan peraturan hukum yang berlaku meskipun keputusan tersebut diambil dalam situasi yang dilematis, sulit dan berada dalam tekanan gempuran badai aksi unjuk rasa dari Serikat Buruh atau Pekerja, harus di apresiasi oleh pemerintah pusat dan masyarakat serta menjadi contoh teladan bagi para kepala daerah se-indonesia agar bagaimana seharusnya seorang kepala daerah bersikap karena negara indonesia merupakan negara hukum,” katanya.(yas)