Pemberhentian Sekda Banten Tuai Polemik

INDOPOSCO.ID – Pemberhentian sementara Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Al Muktabar yang mundur dari jabatan pertengahan bulan Agustus 2021 terus menuai polemik.
Menyikapi pemberhentian Sekda Banten dalam sidang disiplin yang diselenggarakan di kantor BKD Banten, Jumat (26/11/2021) lalu, akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Ikhsan Ahmad angkat bicara.
Menurut Ikhsan, yang berhak memberhentikan Sekda Provinsi itu bukan gubernur, melainkan presiden selaku PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) pusat yang mengeluarkan SK pengangkatan Al Muktabar sebagai Sekda Banten tahun 2019 lalu.
“Peristiwa pemberhentian Sekda ini sekali lagi membuktikan betapa rusaknya tatanan dan prosedur dari tata Kepegawaian yang ada di Pemprov Banten, sehingga menimbulkan tafsir yang simpang siur,” ujar Ikhsan, Senin (29/11/2021).
Baca Juga : Dicecar 15 Pertanyaan, Al Muktabar Resmi Dipecat dari Sekda Banten
Menurut Ikhsan, mulai dari persoalan mundur atau tidaknya Sekda Banten Al Muktabar, hingga Plt yang mempunyai kewenangan terbatas namun menjadi ketua tim pemeriksa kepada Sekda definitif sebagai terperiksa, sampai ke persoalan absensi.
“Mirip anak kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam mengelola dan memanage konflik dengan kapasitas organisasi yang memadai untuk sebuah organisasi pemerintahan,” cetus Ikhsan.
Sementara pengamat kebijakan publik Banten, Moch Ojat Sudrajat mengatakan, pemberhentian sementara Sekda Banten oleh Gubenur Wahidin Halim rawan digugat ke PTUN.
Pasalnya, anggota tim pemeriksa terhadap Al Muktrabar sebagai terperiksa ternyata dipimpin oleh seorang Plt Sekda.
Baca Juga : Selter Sekda Banten Diperkirakan Tahun Depan
”Sebagaimana kita tahu, berdasarkan Surat Edaran (SE) Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 1/SE/I/2021, tentang kewenangan Pelaksana Harian (Plh) dan Pelaksana Tugas (Plt) dalam aspek kepegawaian, angka 3 huruf b angka 2 berbunyi, bahwa Plh dan Plt tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek kepegawaian. Sedangkan keputusan tim pemeriksa ini akan berdampak terhadap status hukum pada aspek kepegawaian pak Al Muktabar ,” kata Ojat.
Ia mengaku, Perkumpulan Maha Bidik Indonesia yang dipimpinnya kembali memasukan gugatan ke PTUN Serang atas “Kedudukan/Posisi Sekda Banten” dalam kapasitas Tim Pertimbangan PPID Provinsi Banten.
“Sebagaimana diketahui Perkumpulan Maha Bidik Indonesia sebenarnya telah melakukan gugatan nomor perkara : 70/G/TF/2021/PTUN Srg, namun gugatan tersebut dicabut karena diperlukan perbaikan setelah mendapat masukan dari majelis hakim ketika persidangan persiapan, dan selanjutnya pada tanggal 25 November 2021 Perkumpulan Maha Bidik Indonesia kembali melakukan gugatan baru,” tuturnya.
Menurut Ojat, gugatan terhadap PPID Provinsi Banten ini dilakukan atas penggunaan Surat Keputusan (SK) tim pertimbangan selaku atasan PPID Pemprov Banten nomor : 555/423-DKISP.PPID/2021 tanggal 5 Oktober 2021 yang dijadikan dasar penerbitan surat jawaban atas keberatan informasi publik yang dikeluarkan oleh PPID Pemprov Banten dengan surat nomor : 555/434-DKISP.PPID/2021 tanggal 11 Oktober 2021.
“Adapun nomor perkara atas gugatan baru ini adalah : 76/G/2021/PTUN. Srg dan akan bersidang pada tanggal 6 Desember 2021. Inti dari gugatan Perkumpulan Maha Bidik Indonesia adalah, kedudukan/posisi Sekda Banten sebagai tim pertimbangan PPID Pemprov Banten “mengingat saat ini Sekda Banten dijabat seorang Plt.”
“Apakah Plt Sekda bisa mengeluarkan suatu Surat Keputusan, sementara Sekda definitif yang memiliki Surat Keputusan Presiden dan belum dicabut masih ada,” kata Ojat.
Sementara Ketua tim pemeriksa dalam kasus mundurnya Al Muktabar ini dipimpin oleh Plt Sekda Banten Muhtarom yang juga Kepala Inspektorat Banten, bersama Kepala BKD (Badan Kepegawaian Daerah), Komarudin, Asda 3 yang juga Plt Kepala Biro Hukum, Denny Hermawan, dan diikuti secara virtual oleh Asda 1 Septo Kalnadi yang menjadi rival Al Muktabar saat seleksi terbuka (Selter) JPT Madya tahun 2019 lalu, dan M Yusuf Asisten ekonomi dan pembangunan (Asda 2) Provinsi Banten.
Dalam pemeriksaan dan sidang disiplin PNS itu, Al Muktabar dinyatakan melanggar pasal 31 PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 94 tahun 2021 yang diduga melakukan pelanggaran disiplin yang ancaman hukumannya masuk dalam kategori berat, sehingga diberikan surat pemberhetian sementara.
Tapi menurut sumber INDOPOSCO, saat itu Al Muktabar keberatan jika dikatakan tidak masuk kantor, karena pasca mundur dari jabatan Sekda dirinya mengajukan cuti. Setelah selesai cuti, dirinya mengaku tidak diberikan akses untuk melakukan absensi. Bahkan, Al Muktabar mengaku bekerja dari rumah, karena saat itu Banten masih berstatus PSBB Covid 19, sehingga dia lebih banyak bekerja dari rumah atau WFH (Work From Home).
Kepala BKD Banten Komarudin mengatakan, seharusnya setelah selesai cuti pasca mundur dari jabatan Sekda, Al Muktabar melapor kepada atasan, kemudian baru disiapkan absensinya oleh BKD.
”Setelah cuti, seharusnya beliau melapor kepada atasan, baru kemudian disiapkan absensinya.Tapi saat itu beliau tidak melapor,” terang Komarudin kepada INDOPOSCO, Minggu (28/11/2021).
Menurut Komarudin, alasan disodornnya surat pemberhentian dari jabatan Sekda sebelum diperiksa untuk yang ketiga kalinya adalah, berdasarkan pasal 31 PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 94 tahun 2021, ASN (Aparatur Sipil Negara) yang diduga melakukan pelanggaran disiplin yang ancaman hukumannya masuk dalam kategori berat, maka dapat diberhentikan sementara dari jabatan oleh Gubernur selaku PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian).
”Karena ancaman hukumannya masuk dalam kategori berat, maka Gubernur selaku PPK dapat memberhentikan sementara yang bersangkutan dari jabatan,” tegasnya.
Sayangnya hingga kini Al Muktabar bungkam terhadap putusan tim pemeriksa yang menjatuhkan hukuman terhadap dirinya.
Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon meski nada sambung aktif, Al Muktabar tidak merespon. Demikian juga, ketika dikonfirmasi melalui pesan whatsapp meski pesan yang dikirimkan dibaca dengan dua tanda centang, karena handphonennya di privat namun juga tidak berbalas. (yas)