Nusantara

Polri Diminta Profesional Tangani Kasus Pencabulan Anak Lutim

INDOPOSCO.ID – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar meminta Polri profesional menangani kasus dugaan rudapaksa tiga anak oleh ayahnya berinisial SA, di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulawesi Selatan, yang penyelidikan dihentikan Polres setempat pada tahun 2019.

“Kami minta Polri lebih profesional. Satu hal kenapa kami tidak mempercayai Polres Lutim karena menjaga identitas anak saja tidak mampu,” ujar Direktur LBH Makassar, Muhammad Haedir saat mengelar konferensi pers di kantornya, Jalan Nikel Raya, Sabtu.

Bahkan kenyataan lain, tutur ia, saat Polres Lutim menjelaskan di media sosial internalnya malah mengatakan identitas asli ibu korban. Perihal ini pasti jadi preseden kurang baik dalam perihal penindakan perkara anak berhadapan dengan hukum dan ditaksir melabrak ketentuan yang ada.

Tidak hanya itu, sebagian kenyataan yang disampaikan dan diserahkan pada Polda Sulsel saat gelar perkara kedua pada Maret 2020 berbentuk bukti gambar para korban yang diabadikan ibunya berinisal SA ada kehancuran pada perlengkapan seksual pada ketiga buah hatinya, Tetapi kenyataan itu terkesan diabaikan.

Sedemikian itu pula informan SA sebelumnya sudah melaksanakan pengecekan kepada para anak korban di Puskesmas Malili pada 2019 dan memperoleh surat referensi dari dokter lain untuk berobat. Tercatat, hasil analisis bahwa para anak korban hadapi kehancuran pada bagian anus dan vagina dan” child abuse” tidak ditaksir.

Berhubungan dengan penghentian perkara itu dalam cara penyelidikan lewat penentuan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan( SP3) dikeluarkan penyidik Polres Lutim, pihaknya memperhitungkan sangat prematur.

Pengajuan bukti- bukti bukan wewenang LBH

Haedir menyinggung pertanyaan statment Polda Sulsel yang mempersilakan LBH untuk mengajukan bukti- bukti baru pada kasus ini supaya dapat dibuka. Bahwa statemen itu salah tujuan. Karena, tidak ada wewenang LBH mengutip dan mengajukan perlengkapan bukti, tetapi itu kewajiban dan ranah aparat kepolisian.

“Fakta-fakta yang telah disebutkan tadi, minimal ada tiga hal fakta yang harus diambil sendiri oleh polisi, bukan LBH,” ucapnya.

“Pertama hasil visum, kedua hasil rekam medik anak saat diperiksa di Rumah Sakit di Lutim. Ini harus diambil oleh polisi sendiri, LBH tidak bisa, LBH tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan,” kata dia menegaskan.

Bagi ia, dalam ketentuan KUHPidana yang melaksanakan penyelidikan merupakan wewenang kepolisian. Bukan malah korban yang diberatkan, tetapi kepolisian alhasil untuk mengenali itu dibuka terlebih dulu perkaranya kembali setelah itu dilakukan penyelidikan, sedemikian itu sepatutnya.

“Bagaimana bisa korban dibebani pembuktian. Harusnya yang membuktikan itu penyidik. Siapakah yang berwenang mencari bukti dalam KUHP? itu polisi, penyidik dalam hal ini. Jadi tidak benar agar kita untuk menyampaikan bukti, karena bukti sebenarnya ada di rumah sekit, kita tidak punya akses,” paparnya.

Haedir mengatakan tata cara yang dijalani P2TP2A Luwu Timur sudah salah dengan mempertemukan para anak korban dengan tersangka pelaku. Sementara itu, prosedurnya tidak dibolehkan, sepatutnya para korban anak dijauhkan dari tersangka pelaku, dalam perihal asesmen, bukan malah kebalikannya memintanya tiba berjumpa. (mg4)

Back to top button