Akademisi Ragukan LHKPN Gubernur Banten ke KPK

INDOPOSCO.ID – Sejumlah kalangan mengaku heran harta kekayaaan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) yang tidak betambah dan tidak berkurang selama menjabat Gubernur.
Padahal, dalam LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) hampir seluruh kepala daerah di pulau Jawa mengalami kenaikan. Karena sebagai kepala daerah, Gubernur selain mendapatkan gaji, juga mendapatkan biaya Penunjuang Operasional (BPO) dan upah pungut dari pajak daerah yang nilainya sangat fantastis.
Akademisi Universias Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten, Ikhsan Ahmad meragukan integritas Gubernur Banten dalam keterbukaam infomrasi publik dalam melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“LHKPN adalah instrument kontrol yang diperlukan untuk mempertanggungjawabkan kapasitas, integritas pejabat publik dalam mengelola uang negara dan keterbukaan informasinya,” terang Ikhsan kepada indoposco,Minggu (12/9/2021).
Oleh karena itu, kata Ikhsan, sangat penting kejujuran pejabat publik dalam melaporkan kekayaannya.
“Jika pelaporan yang diberikan ternyata stagnan dalam kurun waktu 3 tahun, sebuah kurun waktu yang dinamis maka menjadi pertanyaan besar kalau harta kekayaan Gubernur Banten tidak berkurang dan tidak bertambah selama menjadi kepala daerah,” tutur Ikhsan.
Ikhsan tidak yakin, tidak bertambah dan tidak berkurangnya harta kekayaan Gubernur Banten dalam LHKPN yang dilapaorkan kepda KPK karena seluruh pendapatan Wahiidn, dari mulai gaji, BPO dan upah pungut disumbangkan seluruhnya untuk masyarakat.
”Saya kurang yakin, seluruh pendapatan Gubernur disumbangkan seluruhnya untuk masyarakat, sehinga harta kekayaannnya selama menjabat Gubernur jadi tidak betambah dan tidak berkurang,” tukasnya.
Hal senada dikatakan oleh pengamat kebijakan publik Banten Moch Ojat Sudrajat, yang mengaku terkejut dalam LHKP Gubernur Banten yang viral di medsos sama besarnya pada tahun 2020, yakni, total harta kekayaan Wahidin Halim sejumlah Rp 17,92 miliar atau sama dengan tahun 2019.
“Kenapa harus malu melaporkan penambahan harta kekayaan di LHKPN. Toh, kepala daerah lain juga sama kok, hampir semuanya mengalami peningkatan harta kekayaan,” kata Ojat.
Ojat menerangkan, bahwa hak keuangan kepala daerah tingkat I atau gubernur selain gaji dan tunjangan yang diatur dalam PP 59 Tahun 2000,juga ada tambahan lainnya yang diperbolehkan menurut aturan perundang-undangan.
Yaitu, mengacu kepada PP Nomor 69 Tahun 2010 yang lebih dikenal dengan upah pungut atau secara aturan berbunyi insentif pungutan.
“Selain itu operasional kepala daerah telah dijamin dengan besaran biaya operasionol, dari mulai perjalan dinas sampai dengan Kesehatan, serta urusan rumah tangga lainnya sudah ditanggung oleh negara,” ungkapnya.
“Sebagai saksi hidup ketika membahas masalah Biaya Penunjang Operasional Gubenrur, dimana saat itu dinyatakan di Persidangan Komisi Informasi (KI) Provinsi Banten, bahwa BPO Gubernur Banten dianggap sebagai tambahan penghadilan lainnya, besarnya adalah 0,15 persen dikalian dengan PAD (Pendaatan Asli Dearah). Hal ini diatur pada PP nomor 109 Tahun 2000.Belum lagi sepengetahuan saya ada dokumen yang menyatakan adanya honor gubernur dalam satgas akuntabilitas keuangan Daerah,” tuturnya.
Menyikapi viralnya LHKPN Gubernur Banten yang dinilai tidak masuk akal itu, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Banten Komarudin kepada indoposco menjelaskan, ada staf Gubernur atau anggota keluarga yang salah dan tidak lengkap dalam pengisian pelaporan harta kekayaan Gubernur Banten kepada KPK, karena ketidaktahuan mereka dalam tata cara pengisisan laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
“Harusnya kalau memang dalam LHKP itu ada yang dinilai tidak singkron, KPK sebaiknya melakukan klarifkasi kepada penyelenggara negara.Tapi ini kan tidak,” kata Komarudin, Minggu (12/9/2021).
Menurut Komarudin, agar tidak terjadi miss dalam pelaporan harta kekayaan penyenggara negara, BKD akan memfasilitasi penyelengara negara, termasuk Gubernur dalam tata cara pengisian dengan benar, sementara substansi ada di pihak pelapor, dan biasanya KPK mengkonfirmasi jika ada catatan.
“Sejauh ini (LHKPN gubernur) tidak ada (catatan dari KPK). Kalau ada kesalahan, tahun berikutnya bisa dikoreksi,” tukasnya. (yas)