Nusantara

Kasus Korupsi Hibah Ponpes di Banten, Ini Kata Tokoh Masyakat

INDOPOSCO.ID – Korupsi hibah dan bantuan sosial (bansos) untuk pondok pesantren (Ponpes) tahun 2020 senilai Rp 117 miliar bukan sesuatu yang baru. Bukan hanya tahun ini saja terjadi, tetapi sebelumnya korupsi hibah untuk pesantren juga terjadi.

Hal itu disampaikan salah satu tokoh masyarakat di Kota Serang, Kiai Haji (KH) Matin Syarkowi, melalui keterangan tertulis, yang diterima INDOPOSCO.ID, Minggu (9/5/2021).

Matin mengungkapkan, terkait dana hibah untuk Ponpes tahun 2020 ini, ia didatangi oleh salah satu pimpinan pesantren di Kecamatan Curug, Kota Serang, mengadukan bahwa ada pemotongan sebesar sepuluh juta rupiah (Rp 10 juta) per pesantren.

“Begitu uang diterima, cair, maka dikumpulkan, tanpa bukti apa pun. Oleh karena itu kebodohan dan pembodohan ini harus diakhiri,” ujar Matin.

Lebih jauh, Matin menjelaskan, pemotongan dana hibah ini di luar dari adanya biaya iuran yang telah ditetapkan.

“Kalau ada yang menolak pemotongan ini, diancam tidak akan disertakan dalam list penerima hibah. Jika penolakan itu kuat, pemotongan bisa jadi hanya lima juta (Rp 5 juta),” jelas Matin.

Menurut Matin, untuk menyikapi adanya pemotongan dana hibah yang diterima oleh pesantren dan adanya data fiktif penerima hibah, maka harus dilihat kembali kebijakan atau regulasinya.

“Pemprov Banten melibatkan mitra dalam pemberian dana hibah ini, nah pelibatan mitra ini tidak fair, tidak terbuka karena klaim yang dilakukan seolah-olah seluruh pesantren di Banten di bawah koordinasi mitra ini,” ujarnya.

Oleh karena itu, kata Matin, mudah untuk mengusut siapa yang bertanggung jawab terhadap kasus korupsi ini.

“Pertanyaannya, siapa yang bertanggung jawab terhadap data penerima hibah? Siapa yang melakukan verifikasi? Siapa yang membangun sistem pemberian dana hibah ini? Pertanyaan-pertanyaan itu akan ditemukan jawabannya oleh aparat penegak hukum,” katanya.

Matin menegaskan, pesantren yang belum berusia tiga tahun saja seharusnya tidak boleh menerima hibah karena aturannya seperti itu.

“Jangankan pesantren fiktif, pesantren baru saja seharusnya belum boleh menerima hibah. Hal ini bisa dilihat adanya fakta pengepulan pembuatan akta notaris secara kolektif dan dadakan. Karena pesantren yang sudah berjalan sekian tahun biasanya yang boleh menerima. Sulap-menyulap data ini terjadi. Siapa mitra yang dimaksud dalam menampung data dan dana hibah, konon kabarnya Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP),” ujarnya.

Perlu diingat selain ada bantuan dana hibah untuk pesantren, juga ada dana bantuan untuk organisasi yang diterima oleh FSPP, kabarnya sebesar Rp 500 juta.

“Jadi apa pun dalih pemotongan ke pesantren merupakan suatu pembodohan karena FSPP sudah mendapatkan bantuan operasional untuk melakukan pendataan pesantren,” tegasnya.

Menurut Matin, orang-orang yang melakukan kesalahan di lapangan sudah pasti diperiksa, seperti tiga orang yang sudah menjadi tersangka saat ini.

“Tetapi perlu diingat bahwa korupsi pasti tidak dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi sistematis, oleh karena itu FSPP dan Gubernur Banten harus diperiksa juga, diselidiki apakah terlibat atau tidak, baik secara langsung atau tidak langsung, apakah terjadi karena kelalaian atau kesengajaan,” tegasnya. (dam)

Back to top button