Dituding Hancurkan Tatanan Masyarakat Banten. Ini Kata Akademisi

INDOPOSCO.ID – Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten Ikhsan Ahmad menuding Sekda Banten Al Muktabar yang berasal dari pejabat Widyaiswara, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) disinyalir telah merusak tatanan masyarakat, dan nama baik Gubernur Banten Wahidin Halim (WH).
Menurut Ikhsan, yang juga dosen Fisip Untirta, pangkal beberapa masalah besar di Banten, sehingga terjadinya blunder kebijakan dan penganggaran di Banten. “Saya rasa kekisruhan yang terjadi selama ini patut diduga karena Sekda Banten,” ujarnya, Senin (5/4/2021).
Ikhsan memaparkan, beberapa hal dan catatan blunder yang terjadi di Banten adalah tidak masuknya dana bagi hasil (DBH) yang terutang ke dalam anggaran 2021 oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten. ”DBH yang terutang ini akibat adanya konversi ke dalam penambahan modal ke Bank Banten oleh Pemprov Banten. Ini sangat aneh sekali, utang DBH ke kabupaten/kota tidak dimasukkan ke dalam anggaran 2021. Jelas akhirnya kondisi ini menjadi kisruh,” tuturnya.
Menurut Ikhsan yang kerap menjadi Anggota Panitia Seleksi (Pansel) pejabat eselon 1 dan 2 di sejumlah kota dan kabupaten di Banten ini, bagaimanapun hal ini menjadi tanggung jawab Sekda Banten selaku ketua TAPD. Ini karena kondisi perencanaan anggaran 2021 diketuai Sekda Banten.
“Kita bisa melihat, akibat DBH ini hubungan antara kabupaten/kota dengan Pemprov Banten menjadi tidak baik. Dan ini akan digoreng terus,” cetusnya.
Selain itu, menurut Ikhsan, belum ber-agreement-nya atau kesepakatan pinjaman dari PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) pada 2021, namun diduga sudah masuk ke dalam APBD 2021. Hal ini pun menjadi tanggung jawab sekda selaku ketua TAPD.
“Seperti semua tahu, bahwa pinjaman dari PT SMI tersebut sudah MoU (perjanjian kerja sama, red) pada 2020. Pada 2020 pun keluar agreement pinjaman tahap I sebesar Rp800 miliar lebih. Artinya di tahap satu ada kesepakatan (turunan MoU adalah agreement, red). Tapi kok pinjaman tahap II pada 2021 yang tertuang dalam MoU, tidak dilakukan agreement terlebih dahulu,” ujarnya
Akhirnya, lanjut Ikhsan, kondisi yang terjadi menjadi kisruh. Ini karena belum agreement pinjaman 2021, tapi sudah masuk APBD 2021, bisa dikatakan ini termasuk dalam mal-administrasi.
Akibat belum agreementnya pinjaman dari PT SMI pada 2021 sebesar Rp4,1 triliun, kata Ikhsan, maka pada November 2020 tepatnya 11 November 2020, keluar PMK nomor 179/PMK.07/2020, dan dalam PMK ini pinjaman tersebut bisa terkena bunga. “Yang menjadi pertanyaan, masa PMK tersebut tidak terinformasikan ke Banten. Sedangkan Jawa Barat di akhir 2020 sudah melakukan agreement untuk pinjaman pada 2021. Apabila ini terjadi bunga, maka kesalahan fatal dilakukan oleh Sekda Banten selaku ketua TAPD. Mengapa Sekda Banten yang salah? Karena fungsi penganggaran melekat dengan beliau. Dimana selaku ketua TAPD harus bisa memahami secara keseluruhan produk hukum dalam proses penganggaran,” paparnya.
Selama ini, lanjut Ikhsan, Pemprov Banten tidak memiliki blueprint yang jelas untuk menopang program pemulihan ekonomi yang dilakukan Pemerintah Pusat, atau biasa disebut dengan PEN. “Ini jelas sangat merugikan ekonomi masyarakat dan tidak mendukung program Pemerintah Pusat. Padahal blueprint tersebut sangat penting agar kondisi ekonomi masyarakat cepat kembali,” ujarnya.
Terakhir, tidak tercapainya target indikator makro dalam RPJMD Banten seperti realisasi penduduk miskin yang target dalam RPJMD sebesar 4 persen , ternyata realisasi diatas 5 persen yang seharusnya capaian tersebut sama dengan atau di bawah 5 persen.
Selanjutnya realisasi pengangguran terbuka, target dalam RPJMD itu 7,84 persen, sejak 2018 sampai 2020 realisasi di atas 7,84 persen. Harusnya realisasi pengangguran terbuka itu sama dengan atau dibawah 7,84 persen. Dan lainnya sama tidak tercapai.
Terkait dengan tudingan tersebut, Sekda Banten Al Muktabar saat dihubungi melalui sambungan telepon belum direspon meski nada sambung berdering. Demikian juga, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat atau SMS juga tidak berbalas. (yas)