Revisi UU PSDK, LPSK Ingin Dimasukkan dalam Sistem Peradilan Pidana

INDOPOSCO.ID – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menginginkan dimasukkan ke dalam satu kesatuan sistem peradilan pidana terpadu seiring pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (PSDK).
Wakil Ketua LPSK Wawan Fahrudin saat wawancara khusus dengan ANTARA di Jakarta, Selasa mengatakan sistem peradilan pidana di Indonesia saat ini terdiri atas penegak hukum semata. Sementara, LPSK masih berada di luar sistem dimaksud.
“Idealnya, LPSK ini menjadi satu kesatuan sistem dalam sistem keadilan pidana. Jadi tidak hanya kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pemasyarakatan, tetapi juga ada perlindungan saksi dan korban di dalamnya,” katanya.
Pada kesempatan tersebut, Wawan menuturkan peradilan pidana di Indonesia cenderung condong kepada pelaku. Menurut dia, paradigma yang demikian berubah menjadi lebih berperspektif korban seiring dengan eksistensi LPSK.
Menjadi bagian dari sistem peradilan pidana terpadu merupakan salah satu bentuk penguatan kelembagaan yang diharapkan LPSK melalui revisi UU PSDK. Bersamaan dengan itu, LPSK ingin adanya norma pasal yang mengatur kewajiban pembangunan kantor wilayah di setiap daerah.
“Sampai hari ini, 17 tahun LPSK baru punya lima kantor perwakilan. Harapannya supaya ada pasal yang menyebutkan pendirian kantor perwakilan itu sifatnya mandatory (wajib) di tingkat provinsi dan dapat dibentuk di kabupaten/kota sehingga akses keadilan itu bisa merata di semua daerah,” kata Wawan.
Di samping itu, LPSK mendorong adanya pemaksimalan dana pemulihan korban, tidak hanya korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS), tetapi juga tindak pidana lainnya.
Dalam hal ini, Wawan mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku merupakan contoh yang baik.
PP tersebut, kata dia, mengatur penyitaan aset pelaku jika restitusi yang dihitung LPSK tidak dapat dibayar sepenuhnya oleh pelaku. Ketika aset pelaku yang disita tidak cukup untuk membayar sisa restitusi, ada mekanisme restitusi kurang bayar.
“Restitusi kurang bayar ini yang kemudian akan menjadi kompensasi yang dibayarkan pemerintah kepada korban. Mekanisme ini, menurut kami, bisa juga dilakukan di tindak pidana yang lain, bukan hanya TPKS,” tuturnya. (bro)