INDOPOSCO.ID – Pemerintah perlu menata ulang arah riset dan kebijakan pangan nasional agar tidak tersebar ke berbagai arah tanpa fokus. Hal itu disampaikan oleh pakar pangan Universitas Andalas, Muhammad Makky, dalam diskusi publik bertajuk “1 Tahun Pemerintahan Prabowo, Apa Kabar Ketahanan Pangan?” yang digelar oleh Lembaga Survei KedaiKOPI, Sabtu (11/10/2025).
Makky menegaskan, penguatan ketahanan pangan nasional seharusnya dimulai dari sektor hulu. Ia menilai, riset yang berfokus pada inovasi di bidang ketersediaan bibit, pupuk, transportasi, distribusi, dan penyimpanan merupakan fondasi utama yang selama ini belum dioptimalkan oleh pemerintah.
“Riset-riset yang paling utama itu sebenarnya adalah di sektor hulu dahulu. Karena misalnya ketersediaan bibit, pupuk, transportasi, distribusi, penyimpanan itu cukup penting,” ujar Makky kepada INDOPOSCO, Sabtu (11/10/2025).
Namun, ia mengingatkan agar sektor hilir tidak diabaikan sepenuhnya. Hilirisasi, kata Makky, justru bisa memberikan nilai tambah signifikan bagi petani dan pelaku usaha kecil di sektor pangan.
“Kalau tidak ada hilirisasi, sederhana saja dari gabah menjadi beras. Itu tidak ada nilai tambah. Kita hanya maksimum pendapatan di Rp6.500 per kilogram (kg), tapi kalau jadi beras bisa Rp13.000–Rp14.000 per kg. Lebih tinggi, untung dong petani,” jelasnya.
Makky juga menyoroti kurangnya sinkronisasi riset antarperguruan tinggi dan lembaga pemerintah. Menurutnya, peneliti di kampus memiliki banyak topik menarik, tetapi belum diarahkan untuk menjawab prioritas nasional yang konkret.
“Kalau pemerintah punya program khusus, seluruh peneliti di perguruan tinggi dan pemerintahan diminta menjawab target tersebut. Jadi terfokus semua dana penelitian, tidak mencar ke mana-mana,” paparnya.
Ia mendorong agar kebijakan riset lintas sektor, mulai dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, hingga Kementerian Pendidikan Tinggi disinergikan di bawah koordinasi tingkat nasional, bahkan langsung dari presiden.
“Kita perlu satu program unggulan yang dikerjakan bersama. Selama ini arahnya belum sejalan, satu kementerian ke kiri, yang lain ke kanan. Padahal dengan sumber daya yang terbatas, yakni dana, waktu, dan tenaga ahli, maka semua harus diarahkan secara terintegrasi,” ujarnya seraya menekankan pentingnya sinergi lintas sektor.
Lebih lanjut, Makky menilai, arah riset nasional akan jauh lebih efektif bila setiap kementerian dan lembaga riset bergerak dalam satu irama dan tujuan bersama.
“Kalau arah riset datang langsung dari presiden, dengan satu topik yang jelas dan dikerjakan bersama lintas kementerian, hasilnya pasti nyata. Fokus satu tujuan, kerja satu irama, selesai dengan kekuatan bersama,” pungkasnya sambil tersenyum.
Dengan riset yang terfokus dan kolaboratif dari hulu hingga hilir, Indonesia diyakini mampu melangkah lebih mantap menuju kemandirian pangan yang berkelanjutan — bukan sekadar swasembada, tapi ketahanan yang benar-benar tangguh. (her)