Quo Vadis Bea Cukai Indonesia: Inspirasi Insan Kepabeanan Menuju Kedaulatan

INDOPOSCO.ID – Peluncuran buku Quo Vadis Bea Cukai Indonesia yang ditulis oleh empat orang ahli bea cukai dan satu orang penulis senior diharapkan menciptakan suatu perspektif baru dalam bidang kepabeanan, yang mampu mendorong para aktor kepabeanan lebih memahami fungsi penting mereka dalam meningkatkan perekonomian.
Direktur Jenderal Bea Cukai periode 1999-2002, Permana Agung menyatakan buku yang ditulis oleh para tokoh dan ahli kepabeanan ini diharapkan bisa membantu para aktor di belakang institusi bea cukai untuk belajar tentang fungsi dan tanggung jawabnya.
“Sehingga, mereka bisa menyadari bahwa mereka tidak boleh lagi main-main dengan tugas ini. Karena bea cukai ini merupakan bagian dari institusi global. Dan mereka tidak hanya mengamankan kebijakan nasional, tapi juga mengamankan perdagangan internasional,” kata Permana Agung di sela kegiatan peluncuran buku Quo Vadis Bea Cukai Indonesia di JCC Jakarta, Kamis (25/9/2025).
Adapun keterkaitan institusi bea cukai dengan internasional adalah World Trade Organization (WTO) dan World Custom Organization (WCO).
“WCO itu untuk menstandarisasi semua kebijakan kepabeanan dunia, mangkanya, itu saya sebut, rule actor kita tidak hanya di dalam negeri, tapi juga ada aspek global. Itu harus kita ikuti,” ujarnya.
Permana mengharapkan kehadiran Dirjen Bea Cukai yang baru, Letjen TNI (Purn) Djaka Budi Utama, bisa membangkitkan semangat teman-teman yang duduk di Direktorat Bea Cukai.
“Selama ini mereka agak ragu-ragu. Bukan karena mereka tidak tahu, tapi karena kurang berani. Itu sebabnya, di saat kepemimpinan saat ini, teman-teman bea cukai sudah berani mengambil sikap. Bahwa segala sesuatu untuk negara dan bangsa, terutama penerimaan, mereka harus lakukan,” tandasnya.
Guru Besar bidang Ilmu Manajemen Universitas Pancasila, Prof. Dr. Ir. Arissetyanto Nugroho menyatakan buku ini merupakan suatu dokumentasi bagaimana para insan bea cukai menegakkan kedaulatan kepabeanan Indonesia.
“Menariknya, cara yang mereka lakukan adalah, pertama, melakukan perbaikan dengan menerapkan corporate cultural TAKWA (Taat-Amanah-Komitmen-Wiweka-Ahli) dan kedua, memperjuangkan lahirnya unndang-undang kepabeanan yang baru untuk menggantikan undang-undang lama,” papar Aris.
Ia menegaskan keberhasilan bea dan cukai sangat dipengaruhii oleh kualitas layanannya, yang didasarkan pada empat fungsi utama. Yaitu, R untuk revenue collector, C untuk community protector, T untuk trade facilitator, dan I untuk industrial assistance.
“Jika empat hal itu bisa dilaksanakan maka industri nasional akan mampu bersaing secara global dan akan mampu meningkatkan perekonomian Indonesia,” pungkas Aris.
Sebagai informasi, buku Quo Vadis Bea Cukai Indonesia ditulis oleh Dirjen Bea Cukai periode 1991-1998, Soeharjo; Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai Bandung 2006, Wirawan; Sekretaris Dirjen Bea Cukai tahun 1995, RM. Darajadi Gondodiputro; Inspektorat Jenderal Bea dan Cukai periode 2006-2011, Sutardi; dan penulis senior Mahpudi. (ibs)