Sepakat Dibawa ke Paripurna, Inilah Poin Subtansial RUU Kepariwisataan

INDOPOSCO.ID – Komisi VII DPR RI resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Persetujuan tingkat I tersebut diambil dalam rapat kerja Komisi VII bersama pemerintah di Ruang Rapat Komisi VII, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/9/2025), untuk kemudian akan disahkan menjadi Undang-Undang di Rapat Paripurna DPR RI.
Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partonan Daulay menjelaskan Panitia Kerja (Panja) sedikitnya telah merampungkan 12 poin krusial yang menjadi substansi utama RUU ini
Antara lain kewajiban pemerintah daerah menyusun rencana induk pengembangan pariwisata sebelum mengambil kebijakan, penguatan promosi wisata melalui kelembagaan, peningkatan kualitas SDM dengan sertifikasi kompetensi, hingga dukungan pendanaan dan fasilitasi dari pemerintah pusat.
“RUU ini juga menegaskan prinsip pariwisata berkelanjutan, keterlibatan masyarakat lokal, serta perlindungan hukum bagi investor dengan kepastian perizinan yang sesuai tata ruang,” ucap Saleh sebagaimana dilansir dari laman DPR RI, Jumat (12/9/2025).
Selain itu, DPR juga menekankan pentingnya keberpihakan anggaran agar pariwisata mendapat perhatian yang lebih besar, sejalan dengan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
Politisi Fraksi PAN ini bahkan menegaskan perlunya Kementerian Pendidikan ikut membuka ruang alokasi anggaran bagi sektor pariwisata, khususnya dalam mendukung pendidikan vokasi dan riset pariwisata.
Ia pun menyatakan, dengan disetujuinya di tingkat I, maka penandatanganan yang didukung oleh seluruh fraksi di Komisi VII ini menjadi simbol komitmen politik DPR RI bersama pemerintah dalam memperkuat landasan hukum pariwisata nasional.
Dengan persetujuan di tingkat komisi, RUU Kepariwisataan kini tinggal menunggu pembahasan akhir di rapat paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi undang-undang.
Sementara, dalam pendapat akhir mini fraksi di Komisi VII DPR, anggota Fraksi Partai NasDem DPR RI, Erna Sari Dewi, menekankan bahwa RUU Kepariwisataan diharapkan membawa pembaruan penting, mulai dari pengaturan warisan budaya, ekosistem pariwisata, kawasan ekonomi khusus, sumber daya manusia, hingga akses bagi penyandang disabilitas.
“RUU ini memberi pijakan baru bagi pembangunan pariwisata yang inklusif, berdaya saing, dan berkelanjutan, pariwisata harus menghadirkan keseimbangan antara keuntungan ekonomi, kelestarian alam, dan keadilan sosial, selain itu inovasi berbasis teknologi sangat penting agar pariwisata Indonesia mampu bersaing di era global,” ujar Erna.
Ia menegaskan bahwa tata kelola pariwisata tidak boleh mengorbankan lingkungan atau mengabaikan peran masyarakat lokal, juga diperlukan pemanfaatan teknologi untuk memperluas akses, memperkuat promosi destinasi, meningkatkan transparansi, serta menghadirkan pelayanan yang lebih modern.
Dalam rapat pengambilan keputusan di tingkat I DPR RI tersebut beberapa fraksi juga mengingatkan perlunya pemerataan pengembangan destinasi wisata di seluruh penjuru Tanah Air.
Fokus berlebihan pada destinasi tertentu demi mengejar pertumbuhan ekonomi dianggap berisiko menimbulkan masalah kelebihan kapasitas. Karena itu, arah pembangunan pariwisata harus menyebar secara proporsional agar manfaatnya dirasakan luas oleh masyarakat.
Selain itu terdapat catatan khusus mengenai peningkatan kualitas sumber daya manusia pariwisata melalui pendidikan formal, non-formal, dan sosialisasi kesadaran wisata sejak dini. Dengan begitu, masyarakat dapat terlibat aktif dalam menjaga keberlanjutan destinasi dan mendorong kemajuan sektor pariwisata nasional.
Di akhir rapat, Menteri Pariwisata menyampaikan apresiasi kepada DPR RI dan seluruh pihak yang terlibat dalam pembahasan RUU ini. Ia menekankan pentingnya tindak lanjut berupa penyusunan aturan turunan agar undang-undang dapat berjalan efektif.
Dengan persetujuan bulat dari seluruh fraksi dan pemerintah, RUU tentang Perubahan Ketiga UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan resmi disahkan di tingkat I. Selanjutnya, RUU ini akan dibawa ke pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk ditetapkan menjadi undang-undang. (dil)