Nasional

Keponakan Prabowo Mundur dari DPR, Formappi: Tradisi Baru Layak Dicontoh

INDOPOSCO.ID – Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo atau Sara, menyatakan mundur sebagai anggota DPR periode 2024–2029 dengan alasan sebagai bentuk tanggung jawab karena ucapannya saat menjadi pembicara dalam sebuah podcast yang potongan videonya viral menuai kontroversi

Menanggapi hal ini, peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus dengan tegas mengapresiasi hal itu sebagai tradisi baru dalam perpolitikan tanah air.

“Keputusan Sarah untuk mundur dari keanggotaannya di DPR merupakan kabar yang mengejutkan. Selain karena muncul tiba-tiba, keputusan mundur itu juga hampir belum pernah terjadi sebelumnya untuk anggota DPR dan pejabat bahkan mereka yang diduga atau menjadi terdakwa kasus korupsi sekalipun,” kata Lucius Karus kepasa INDOPOSCO, Kamis (11/9/2025).

Kata Lucius, Sara mundur bukan karena kasus korupsi, tetapi karena pernyataannya di podcast yang dinilai tak pantas oleh publik.

“Tentu saja dengan keputusan Sarah ini, tradisi baru mulai dibentuk. Atau bisa dikatakan, Sarah meletakkan standard etik baru bagi anggota DPR, dan bahkan bagi pejabat lembaga lain. Layak dicontoh,” ucapnya.

Menurutnya, mengundurkan diri seharusnya memang menjadi sikap yang tepat bagi setiap pejabat yang dipilih melalui pemilu.

“Karena jabatan yang diemban datang dari rasa percaya orang lain, maka kepercayaan itu harus dijaga. Manakala kepercayaan itu disalahgunakan bahkan melukai hati orang yang memilih, maka seharusnya tak ada alasan lagi untuk bertahan dengan jabatan itu,” terangnya.

Jadi mestinya, ujar Lucius, para anggota DPR yang selama ini dinilai bermasalah tak perlu ribet mengikuti proses sidang etik di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, jika saja setiap anggota punya standard etik yang tinggi untuk mempertanggungjawabkan perkataan dan tindakan yang dilakukan.

“Ke depannya, kita berharap apa yang ditunjukkan Saraswati ini jadi rujukan anggota DPR lainnya,” tandasnya.

“Kalau rakyat menilai tak pantas, ya artinya seseorang tak punya legitimasi lagi untuk bertahan. Dan soal kepercayaan ini, jelas tak bisa diperbaiki oleh putusan dari luar, seperti pengadilan atau sidang etik,” sambungnya.

Kepercayaan menjadi seorang wakil rakyat atau pejabat negara, lanjut pria asal Indonesia Timur ini, harus diikuti tanggungjawab.

“Sehingga jika publik mulai tidak percaya, mestinya bentuk pertanggungjawaban pertama adalah mengundurkan diri,” cetusnya.

Sedangkan, lanjit Lucius, bertahan di tengah ketidakpercayaan publik bagi seorang anggota DPR hanya membuktikan ketakpantasan sebagai wakil rakyat.

“Karena urusan menjadi wakil rakyat hanya bisa berjalan kalau ada rasa saling percaya antara pemilih dan wakilnya,” pungkasnya. (dil)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button