Implementasi Turunan Peraturan di Daerah Belum Dukung Pertambangan Rakyat

INDOPOSCO.ID – Izin Pertambangan Rakyat (IPR) telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba. Namun implementasi peraturan turunannya di daerah kerap tersendat.
Pernyataan tersebut diungkapkan Sekjen Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) periode 2024-2026, Nazmul Wathan dalam keterangan, Senin (8/9/2025).
“Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah contoh nyata bagaimana lambannya birokrasi dapat menimbulkan cakrawala sekaligus memperlebar kesenjangan hukum antara kebijakan pusat dengan kenyataan di lapangan,” katanya.
Ia mengatakan, lambatnya IPR di Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB menyebabkan penambang rakyat terus beroperasi dalam kondisi “abu-abu” secara hukum. Mereka bekerja di wilayah tambang tanpa perlindungan hukum, sehingga rentan terhadap kriminalisasi, kecelakaan kerja, hingga konflik sosial dengan perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP).
“Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan besar antara niat regulasi yang ingin melindungi rakyat, dengan kinerja pemerintah daerah yang kurang responsif,” jelasnya.
Kondisi tersebut kontras dengan semangat yang sering digaungkan Presiden Prabowo Subianto. Dalam berbagai kesempatan, Presiden menegaskan komitmennya untuk mendukung pertambangan rakyat.
Menurutnya, sektor ini bukan sekadar soal eksploitasi sumber daya alam (SDA), tetapi juga instrumen pemerataan ekonomi, pemberdayaan desa, dan pengurangan ketergantungan masyarakat pada pekerjaan informal yang rawan konflik.
“Komitmen pemerintah tercermin dari arah kebijakan energi dan sumber daya alam yang menempatkan rakyat sebagai aktor utama, bukan sekadar penonton di industrialisasi tambang,” ungkapnya.
“Lambannya izin ini tidak hanya menunda legalitas, tetapi juga berimplikasi pada hilangnya potensi penerimaan daerah karena aktivitas rakyat tidak tercatat secara resmi,” sambungnya.
Ia menegaskan, fenomena tersebut menunjukkan lemahnya fungsi desentralisasi. Otonomi daerah seharusnya memberi keleluasaan bagi Pemprov NTB untuk menyesuaikan regulasi pusat dengan kondisi lokal.
“Hal ini menimbulkan kesan bahwa Pemprov NTB belum menempatkan pertambangan rakyat sebagai prioritas pembangunan daerah,” ucapnya. (nas)