WALHI Minta Penegakan Hukum dan Penghentian Operasional Freeport

INDOPOSCO.ID – Penegakan hukum harus dilakukan kepada PT Freeport. Dan operasional perusahaan yang ada semestinya dihentikan.
Pernyataan tersebut diungkapkan Fanny Tri Jambore, Kepala Divisi Kampanye WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) melalui gawai, Kamis (7/8/2025).
Selain itu, dikatakan dia, semua pelanggaran yang dilakukan Freeport harus diperbaiki dengan mengadilinya secara hukum. “Mereka sudah terus menerus diperingatkan (pelanggaran-pelanggarannya). Pemerintah harus menerbitkan semua kegiatan operasional Freeport yang mengancam lingkungan dan masyarakat setempat,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, berbagai catatan dan temuan menunjukkan bahwa operasi PT Freeport memberikan dampak buruk terhadap lebih dari 6.000 jiwa warga. Salah satunya terdampak limbah tailing.
“Ini semua luput dari tanggung jawab perusahaan dan perhatian pemerintah,” ucapnya.
Ia menjelaskan, limbah tailing Freeport (FI) menyebabkan kerusakan sungai hingga pesisir Mimika, Papua Tengah. Selain Sungai Ajkwa. Bahkan terdapat 5 sungai lain yang telah rusak parah akibat pendangkalan yang disebabkan pembuangan tailing. Yakni Sungai Aghawagon, Sungai Otomona, Sungai Minajerwi, Sungai Aimoe dan Sungai Tipuka.
“Tailing juga mencapai laut, menyebabkan kerusakan pada ekosistem laut dan mengancam kehidupan biota laut,” bebernya.
Pembuangan Tailing ini juga, masih ujar dia, diketahui telah menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti gangguan pernapasan, iritasi kulit, dan penyakit lainnya. Sementara, pembukaan lahan untuk area pertambangan menyebabkan deforestasi.
“Pembukaan lahan untuk tambang juga menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, dan perubahan fungsi ekologis hutan,” ungkapnya.
“Pengerukan dan aktivitas pertambangan juga telah mengubah bentang alam, menyebabkan erosi, longsor, dan perubahan topografi wilayah,” sambungnya.
Laporan WALHI, dikatakan dia, sudah menunjukkan bahwa akibat kerusakan area habitat hutan hujan yang cukup luas menimbulkan risiko terhadap kelangsungan hidup populasi spesies satwa langka lokal yang memerlukan keanekaragaman ekosistem hutan alam untuk bertahan hidup.
Bahkan, lanjutnya, setelah proses penambangan berhenti, spesies-spesies yang sekarat belum tentu akan bisa kembali ke komposisi awal spesies seperti sebelum ada pertambangan. “Jadi sekali lagi harus ada perhatian pemerintah terhadap masalah ini,” ujarnya. (nas)