Tok, Paripurna DPR Setujui Revisi UU Haji dan Umrah sebagai Usul DPR

INDOPOSCO.ID – DPR RI secara resmi mengesahkan dua agenda penting terkait ibadah haji, yakni persetujuan laporan hasil pengawasan pelaksanaan haji tahun 2025 serta pengambilan keputusan atas Usul Inisiatif RUU perubahan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi Usul DPR RI. Agenda ini digelar di Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Memimpin sidang, Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir meminta persetujuan forum atas laporan pengawasan pelaksanaan haji oleh Timwas DPR RI.
“Sidang dewan yang kami hormati, apakah laporan hasil pengawasan oleh Tim Pengawas DPR RI pada pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 dapat disetujui untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku?” ujar Adies yang diikuti oleh sorak suara ‘setuju’ dari para anggota dewan yang hadir.
Setelah itu, sidang dilanjutkan ke agenda kelima, yaitu penyampaian pendapat fraksi-fraksi terhadap revisi UU Haji dan Umrah yang merupakan usul inisiatif Komisi VIII DPR RI, mulai dari Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai NasDem, Fraksi PKB, Fraksi PKS, Fraksi PAN, hingga Fraksi Partai Demokrat.
Adanya momen ini, maka usulan revisi UU Haji dan Umrah kini resmi naik status sebagai RUU Usul DPR RI, yang selanjutnya akan dibahas bersama pemerintah melalui tahapan harmonisasi di Badan Legislasi DPR.
Langkah ini menandai keseriusan DPR dalam membenahi tata kelola haji dan umrah, terutama setelah evaluasi pelaksanaan ibadah haji 2025 yang menunjukkan sejumlah catatan penting, termasuk pelayanan, antrean panjang, hingga sistem keuangan haji yang dinilai belum optimal.
Sebagaimana dikutip dari laman DPR, sorotan utama dalam revisi ini adalah perlunya penyesuaian terhadap struktur kelembagaan pelaksana haji, termasuk peran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan otoritas Kementerian Agama dan Badan Pelaksana Haji (BPH) RI.
Tak hanya, revisi UU ini diharapkan menjadi awal dari transformasi menyeluruh dalam pelayanan ibadah haji dan umrah. Termasuk juga jaminan atas pemanfaatan dana haji yang lebih optimal, layanan kesehatan jemaah yang lebih responsif, serta transparansi dalam penentuan kuota dan pemilihan mitra kerja penyelenggara.
Komisi VIII menargetkan pembahasan selesai sebelum masa sidang akhir tahun 2025, agar regulasi baru ini bisa diterapkan paling lambat pada musim haji tahun 2026.
Sebelum pengambilan keputusan oleh pimpinan sidang, Ketua Timwas Haji DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyampaikan sejumlah catatan kritis hasil evaluasi penyelenggaraan ibadah haji 1446H/2025M. Evaluasi tersebut mencerminkan banyaknya ketidaksesuaian antara kebijakan dan implementasi yang dilakukan oleh Pemerintah.
“Pengawasan haji merupakan tugas konstitusional dalam rangka memastikan hak-hak jemaah haji terpenuhi sesuai peraturan perundang-undangan, serta menjamin pelayanan yang adil, aman, profesional, dan menjamin keselamatan,” tegas Cucun.
Dalam menjalankan tugasnya, Timwas Haji DPR RI terbagi menjadi dua tim: tim pertama melakukan pengawasan pada tahap persiapan penyelenggaraan ibadah haji, sementara tim kedua melakukan pengawasan langsung terhadap pelayanan jemaah di Madinah dan Makkah.
Dari hasil pengawasan, Timwas mencatat tujuh permasalahan utama, yakni:
Pertama, dalam aspek kebijakan, ditemukan ketidakcocokan data pengelompokan jemaah antara sistem di Indonesia dan Arab Saudi. Selain itu, pendistribusian kartu Nusuk mengalami keterlambatan, dan skema Murur serta Tanazul yang ditujukan untuk mengurai kepadatan di Muzdalifah dan Mina tidak dijalankan.
Kedua, dari sisi akomodasi, masih banyak jemaah yang tidak memperoleh layanan pemondokan yang layak. “Ada jemaah yang terpaksa bermalam di musala atau menumpang di hotel lain karena kamar tidak tersedia,” ungkap Politisi Fraksi PKB ini.
Ketiga, dalam layanan konsumsi, sebagian besar makanan yang disediakan tidak sesuai dengan kontrak dan melanggar keputusan Panja Haji Komisi VIII DPR RI. Bahkan, sejumlah jemaah tidak mendapatkan konsumsi yang semestinya saat puncak haji di Arafah dan Mina.
Keempat, layanan transportasi juga bermasalah. Terjadi keterlambatan signifikan dalam pengangkutan jemaah dari dan ke Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Trip pertama yang dijadwalkan pukul 07.00–11.00 WAS, justru baru diberangkatkan pada pukul 15.00 WAS, berdampak pada keterlambatan seluruh gelombang berikutnya.
Kelima, di bidang kesehatan, ditemukan jemaah yang diberangkatkan meskipun tidak memenuhi syarat istitha’ahkesehatan. Selain itu, terdapat larangan layanan kesehatan di hotel yang menyulitkan akses jemaah terhadap layanan medis.
Keenam, kualitas SDM petugas haji juga menjadi sorotan. Masih ditemukan petugas yang tidak kompeten dan tidak mampu memberikan layanan secara optimal di bidang akomodasi, konsumsi, transportasi, dan kesehatan.
Ketujuh, dalam aspek keimigrasian, Timwas mencatat adanya sejumlah warga negara Indonesia yang berangkat menggunakan visa non-haji dan lolos masuk ke Arab Saudi. “Kejadian ini sangat memprihatinkan karena turut menimbulkan korban jiwa,” ujar Wakil Ketua DPR RI Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) ini.
Temuan-temuan tersebut, lanjutnya, menjadi bahan evaluasi strategis bagi DPR RI untuk mendorong perbaikan menyeluruh dalam penyelenggaraan haji ke depan. Evaluasi ini juga akan menjadi dasar pengambilan sikap politik DPR RI, termasuk usulan pembentukan Pansus dan penggunaan Hak Angket dalam penanganan persoalan haji tahun 2025. (dil)