Ragam Respons Soal Putusan MK Hapus Ambang Batas Capres

INDOPOSCO.ID – Sejumlah pihak merespons soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan terkait ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen.
Keputusan tersebut dinilai membuka ruang politik bagi calon pemimpin bangsa.
Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyambut baik putusan MK tersebut. Dulu permohonan penghapusan threshold tersebut telah banyak dilakukan masyarakat, antara lain, ahli komunikasi Effendi Gazali, almarhum ekonom Rizal Ramli, Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana.
Namun, sampai belasan kali permohonan tentang threshold itu, selalu ditolak oleh MK dengan alasan open legal policy (OPL). Kini, menjadi angin segar bagi masyarakat Indonesia. Semua pihak harus mematuhi putusan tersebut.
“Bagus! Putusan MK tentang penghapusan threshold Pilpres,” ucap Mahfud MD dalam akun Instagram pribadinya @mohmahfudmd, Jakarta, Jumat (3/1/2024).
Ada dua alasan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 soal ambang batas persentase minimal pencalonan presiden atau presidential threshold itu harus diterima dan ditaati. Salah satunya, hal tersebut berkekuatan hukum tetap.
“Pertama, karena adanya dalil bahwa putusan hakim yang sudah inkracht itu mengakhiri konflik dan harus dilaksanakan,” tutur Mahfud MD.
Alasan kedua, semula ketentuan tersebut dianggap hanya menguntungkan segelintir pihak dari partai politik. “Kedua, karena adanya threshold selama ini sering digunakan untuk merampas hak rakyat maupun parpol untuk dipilih maupun memilih,” kritik Mahfud MD.
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ray Rangkuti mengapresiasi putusan MK tersebut. Menurutnya, MK tidak terlihat terbebani dengan keadaan ketika mengeluarkan putusan yang mengabulkan gugatan terkait ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen.
Kondisinya berbeda ketika keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/20. Sebab, kala itu putra sulung Presiden ke-7 Indonesia Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka maju dalam Pilpres 2024.
“Pascasidang MK tentang batas usia capres dan cawapres, angin politik di MK yang lebih kondusif. Ada nuansa di mana MK terlihat lebih bebas dan independen,” ucap Ray terpisah melalui gawai, siang tadi.
Setelah putusan penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen membuat kepercayaan publik meningkat terhadap MK. “Seiring itu, ada juga nuansa di dalam MK untuk benar-benar tampil sebagai benteng terakhir penegakan konstitusi kita,” jelas Ray.
Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra memastikan, pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi menghapus presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen.
“Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding),” jelas Yusril melalui keterangannya, sore tadi.
Ia menyatakan, semua pihak termasuk pemerintah terikat dengan putusan MK tersebut tanpa dapat melakukan upaya hukum apapun. Pemerintah menyadari bahwa permohonan untuk menguji ketentuan Pasal 222 UU Pemilu itu telah dilakukan lebih dari 30 kali, dan baru pada pengujian terakhir ini dikabulkan.
Pemerintah melihat ada perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu itu dibanding putusan-putusan sebelumnya. “Namun apapun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tentu tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dapat dilakukan para akademisi atau aktivis,” imbuh Yusril. (dan)