Kebijakan PIT, Kendalikan Penangkapan Ikan secara Proporsional

INDOPOSCO.ID – Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Ridwan Maulana mengatakan, kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) merupakan upaya untuk mengendalikan penangkapan ikan secara proporsional.
Dengan pengendalian ini diharapkan terjadi optimalisasi dari aspek biologi, sosial ekonomi dan lingkungan. Adapun komponen kebijakan PIT itu meliputi pengaturan pendaratan ikan pelabuhan, perizinan dan bagaimana kontribusi sektor perikanan negara yang lebih baik.
“Sebelum ada penangkapan ikan terukur (PIT), izin penangkapan ikan bukan berdasarkan kuota,” ujar Ridwan dalam diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion/FGD) tentang ‘Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Bagi Nelayan Bitung’, belum lama ini.
Sehingga untuk mengukur kapasitas tangkapan hanya didasarkan pada perkiraan kemampuan alat tangkap ikan pada kapal nelayan. Metode ini membuat pemerintah tidak bisa mengawasi eksploitasi dalam penangkapan ikan.
Kepala Pelabuhan Perikanan Samudra Bitung, Ady Candra optimistis pelaksanaan penangkapan ikan terukur dapat dilaksanakan secara penuh.
“Kebijakan ini tentu akan mengubah pola kerja di lapangan karena itu diperlukan koordinasi dengan pemerintah daerah masing-masing,” katanya.
Ketua Bidang Perikanan dan Peternakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hendra Sugandhi khawatir pemberlakuan PIT justru membahayakan keberlanjutan usaha perikanan. Sebab, saat ini pasokan bongkar dan ekspor mulai menurun karena diterapkannya penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Seharusnya kita memprioritaskan pemanfaatan sumber daya alam yang ada, hal ini agar persebaran kapal yang merata,” kata Hendra.
Sebagai informasi, kebijakan perikanan yang dijalankan selama periode 2014-2023 dinilai membuat kinerja industri perikanan menurun secara signifikan. Ini terjadi karena tata kelola perikanan yang tidak efektif dan efisien sehingga tingkat keberlanjutan perikanan tidak seimbang antara ekologi dan ekonomi.
Menurut Wali Kota Bitung, Maurits Mantiri, pada tahun 2014 produksi ikan olahan kaleng mencapai 70 ton perhari. Namun saat ini, tingkat produksi hanya berkisar antara 20-40 ton.
“Ini penurunan yang sangat jauh dan mengakibatkan 14 ribu pekerja dirumahkan,” kata dia.
Kepala Dinas Perikanan Sulawesi Utara, Tienneke Adam menyampaikan, Bitung adalah kota pelabuhan yang memiliki banyak industri perikanan, baik perikanan tangkap maupun pasca-tangkap.
“Pengolahan ikan yang dimiliki sebanyak 111 unit yang terdiri dari processing untuk produk kaleng, frozen tuna, fresh dan smoke fish,” ujarnya.
Dengan potensi ini, Bitung berpeluang untuk menguasai perikanan dunia. Secara geografis, Sulawesi Utara memiliki posisi strategis untuk mengekspor produk perikanan ke Tiongkok, Korea, Jepang dan negara-negara lain. (nas)